Selamat datang di episod 2 serial Perspektif Majemuk, serial yang isinya saya ngajakin teman-teman untuk saling berbagi perspektif tentang topik tertentu. Masih dengan tema yang sama, kolaborator kali ini adalah kak Nisa dari blog Haloreka.
Pada episod sebelumnya, saya memberi petunjuk untuk episod ini dan ternyata yang bisa menjawab dengan benar adalah Jane Reggievia. Selamat kak Jane, kayaknya sudah bisa jadi tangan kanan Rahul Holmes. Ha ha ha.Saya memberi setiap kolaborator kesempatan untuk bertanya lima pertanyaan personal terkait buku. Kak Nisa memberi enam pertanyaan dan menyuruh saya untuk menghapusnya. Meski tidak mengatakan secara langsung, saya tidak akan menghapusnya. Itu adalah cara kak Nisa membedakan dirinya dengan yang lain.
Ohya, selanjutnya kak Nisa akan saya sebut kak Reka saja. Saya sudah terbiasa dan menurut saya, Reka nama dan panggilan yang keren. Seperti biasa, pertanyaan akan dijawab oleh saya dan kak Reka. Kolom biru adalah jawaban saya dan kolom merah adalah jawaban kak Reka. Selamat membaca perspektif kami.
Adakah buku fiksi/nonfiksi yang memengaruhi cara berpikirmu selama ini? Kalau ada, buku apa?
Saya rasa, hampir semua buku yang saya baca (setidaknya hampir) mempengaruhi cara berpikir saya secara sadar maupun tidak. Saat awal saya pertama kali senang beli buku pake uang sendiri, saya bacanya buku-buku Raditya Dika dan genre sejenis. Saya berpikir,"oh, ternyata bisa yah kehidupan nyata dijadikan buku dan ditulis dengan cara yang lucu.".
Kemudian saya baca Drunken Monster karya Pidi Baiq,"oh, ternyata bisa yah kehidupan nyata dijadikan buku dan ditulis dengan versi yang lebih (istilahnya) sembarangan dan absurd."
Saat baca Bumi Manusia karya Pram, saya berpikir,"Prinsip Minke ini kayaknya memang refleksi anak diusia begitu. Ingin kebebasan dan tidak terikat. Saya seperti melihat diri saya di sana."
Jadi kalo ditanya buku apa yang mempengaruhi cara berpikir saya selama ini yah hampir semua buku yang saya baca. Bedanya, ada yang tidak saya sadari ada juga yang saya sadari. Tentu ada buku yang kesannya sangat mudah terlupakan. Saya selesai baca hari ini, besoknya sudah lupa. Tapi ketika membaca sampai halaman terakhir, kemungkinannya cuma ada tiga:
1) saya tertarik dengan akhir ceritanya, atau 2) terpaksa membaca karena tuntutan (tantangan membaca dan lain-lain), atau 3) saya memang sudah terpengaruh untuk membaca habis buku tersebut.
Sampai saat ini Reka belum menemukan buku yang bisa memengaruhi cara berpikir, karena bacaan Reka yang masih didominasi oleh buku Fiksi. Dan kegiatan membaca buku untuk Reka sendiri sepertinya hanya bisa memengaruhi diri dari sisi emosinya saja. Jadi, Reka belum bisa memberikan jawaban soal buku apa yang memengaruhi cara berpikir :P
Berikan pendapatmu soal bookshaming
Oh, ini macam body shaming tapi kepada buku yah?
Saya tidak pernah menghakimi bacaan orang lain. Saya tidak pernah tau apa yang ia temukan dari bacaan tersebut. Siapa tau dari bacaan yang punya stigma receh itu, dia bisa mengolahnya jadi sesuatu atau dari situ ia bisa mempertanyakan atau mengambil hal yang lebih besar dari sana ketimbang saya yang misalnya baca Sapiens tapi cuma sibuk ikut koar-koar di sosial media.
Saya tidak mengatakan itu salah, tapi menilai orang dari bacaan itu adalah pekerjaan yang tidak akan pernah selesai. Hari ini kau mengatakan komik itu bacaan anak-anak, tapi besoknya kau ikutan nonton anime. Hari ini kau mengatakan teenlit itu bacaan cheesy, besoknya kau merayu pacarmu dengan gombalan yang tak kalah lebaynya.
Santai ajalah. Mau orang baca apapun tidak masalah. Selama tidak mempegaruhi dan merugikanmu kenapa harus mempermasalahkan hal itu. Saya baca semua jenis bacaan dan tidak ada masalah. Saya baca Dilan 1990 tapi baca juga Bumi Manusia. Saya baca komik tapi juga baca 1cak. Jadi tidak ada masalah.
Hmm… topik yang agak sensitif untuk sebagian orang. Book shaming memiliki arti menyudutkan seseorang atas jenis buku yang dibacanya (nemu di internet). Buat Reka sendiri, ini adalah fenomena konyol dan aneh yang pernah Reka ketahui selama ini. Hal apa yang perlu kita sudutkan dari selera setiap masing-masing orang? apa yang perlu diperdebatkan? Toh, membaca adalah sebuah proses, dimana setiap orang punya pilihan dan bebas memilih buku apa saja yang ingin dibaca. Kalau sebagian dari orang masih saja meributkan hal ini, itu artinya telah mengusik pilihan dan kebebasan orang lain dalam memilih bacaan. Jadi, Reka harap di kemudian hari kejadian seperti ini dijadikan koreksi diri, saling bertukar informasi mengenai apa buku bacaan masing-masing. Semoga di kemudian hari tidak terjadi lagi yang seperti ini.
Seperti apa kamu memposisikan buku dalam kehidupan pribadi?
Pertanyaannya agak ambigu untuk saya. Jadi saya jawab dari apa yang bisa saya
tangkap. Semoga bisa dicocok-cocokkan saja.
Saya pernah berpikir saat mata pelajaran Penjaskes di SMA. Ketika sedang belajar banyak teori dari buku LKS, toh ternyata nilai yang diambil bukan seberapa banyak saya membaca dan menghapal teori itu. Nilai yang diambil itu seberapa mampu kita menerapkan teori lompat jauh misalnya, saat pengambilan nilai. Seberapa berani kita dengan resiko salah mendarat.
Jadi, saya memposisikan buku dalam kehidupan pribadi sama dengan saya memandang buku LKS itu. Saya tetap banyak membaca, tapi tidak semerta-merta itu jadi hal yang utama. Pada akhirnya semua teori yang ada dibuku akan terbantah kalau medan dan fasilitas olahraganya berbeda. Kira-kira begitu analoginya.
Buku, buat Reka adalah teman. Mungkin juga adalah salah satu sumber energi. Saat membaca buku yang sesuai dengan ketertarikan, seringkali Reka menemukan emosi yang jarang ditampilkan di kehidupan sehari-hari. hahahah mungkin ini agak sedikit abstrak ya dan sulit dijelaskan dengan kalimat. Dalam kehidupan nyata, Reka sedikit sulit untuk mengekspresikan emosi yang sedang dirasa, terutama jika melakukan interaksi verbal. Jadi, dengan membaca buku, terkadang emosi yang jarang Reka tampilkan tanpa sadar bisa keluar tiba-tiba. Lewat membaca buku, kadang membuat Reka memikirkan perihal yang sangat jarang dipikirkan juga tidak pernah Reka bagikan bersama teman nyata (kok sedikit menyedihkan ya) dan akibatnya ternyata Reka bisa mendapatkan energi lebih. Mungkin tidak seberapa, namun mood bisa berubah cukup drastis jika Reka menemukan buku bacaan yang tepat.
Teman disini, mungkin juga, Reka belum menemukan teman yang bisa dijadikan teman ngobrol soal buku. Terutama di dunia nyata, susah banget dapetnya wkwkw. Alhasil, buku dan kegiatan membaca menjadi teman curhat juga. mungkin akan sedikit bingung dengan penjelasan Reka ya? Tapi, hal diatas adalah apa yang Reka rasa dan dapatkan selama membaca buku.
Apakah kamu terbiasa membuat sebuah ulasan setelah membaca? Kenapa?
Terbiasa sih tidak, tapi kalau bukunya menarik dan gatal untuk saya bahas pasti saya tulis. Setidaknya untuk tulisan pribadi. Dulu, ketika baca Looking for Alaska karya John Green, saya mengulas dan mempublikasikannya diblog ini.
Tapi belum ada dorongan untuk membuat hal ini jadi sebuah kebiasaan. Saya sangat senang membaca tulisan Eka Kurniawan setelah membaca suatu buku. Tapi saya belum mendapat dorongan untuk menulis ulasan atau catatan, apalagi menjadikan itu sebagai kebiasaan.
Sejujurnya, membuat ulasan dari buku yang sudah dibaca, baru Reka lakukan di tahun 2017, tapi tidak semua buku dibahas. Hanya buku-buku yang membuat Reka kagum dan sangat berkesan, hingga dorongan untuk menulis ulasan dari buku tersebut memang muncul dengan sendirinya. Kalau terbiasa memberi ulasan secara lengkap, Reka belum sering melakukannya, sebab Reka lebih terbiasa mengulas buku secara responsif. Biasanya, Reka hanya menulis di notes berupa tulisan singkat mengenai tanggapan Reka soal buku tersebut. nah, untuk menulis review di blog bagaimana? Kegiatan menulis review buku dan mempostingnya di blog adalah bentuk kegiatan baru, beberapa diantara buku yang Reka ulas memang random, intinya Reka belum bisa memantapkan diri untuk mengekspos tulisan ke dalam media maya, terutama dunia blog. Masih coba-coba dan membiasakan diri terlebih dahulu.
Kenapa membuat ulasan? Jawabannya agar tidak lupa dengan intisari dari cerita, dan supaya bisa mengingat kembali bagaimana nuansa dari cerita dalam buku tersebut.
Pendapatmu soal reading challenge
Saya tidak masalah dengan orang-orang yang mengikuti reading challenge. Tapi pendapat saya, terutama tahun kemarin, saya berpikir bahwa reading challenge memang memacu saya untuk lebih banyak membaca. Membaca terus agar target tercapai dan bisa dibanggakan kepada orang lain bahwa tahun tersebut kita bisa membaca buku sekian-sekian-sekian.
Tapi kok saya rasa itu malah membuat kenikmatan membaca yang saya rasakan dulu tidak ada lagi. Makanya, saya berhenti melakukan itu dan membaca tanpa tekanan apa-apa. Memang, tidak ada pemicu untuk membaca lebih banyak, tapi itu membuat saya lebih tenang dan menikmati bacaan yang saya baca.
Itu untuk saya. Mungkin orang lain beda dan saya tidak masalah.
Reading challenge menurut Reka adalah kegiatan baru yang menyegarkan. Reka sendiri baru mengikuti kegiatan ini di pertengahan tahun 2019. Dan rasanya………hm agak sedikit terganggu dalam beberapa hal. Karena tantangan membaca menghimbau pembacanya agar memiliki target bacaan setiap tahunnya berupa jumlah buku yang ingin dibaca pada tahun tersebut. Kegiatan ini benar-benar menjadi tantangan buat Reka karena Reka tidak begitu nyaman dengan patokan jumlahnya. Tapi setelah dijalani, ternyata menyenangkan juga. tanpa di duga-duga, jumlah buku bisa melewati target, walau reka belum berani menargetkan bacaan dengan jumlah diatas 20 buku. Kegiatan “reading challenge” bisa dijadikan rutinitas tahunan untuk pembaca yang menyukai tantangan. Bagi sebagian orang kegiatan ini juga memiliki manfaat, seperti; bacaan buku yang dibaca bisa mendadak beragam, memicu semangat untuk mengeksplor lebih lagi terhadap buku, baik itu fiksi / nonfiksi, mendapat teman baru yang satu frekuensi dengan bacaan kita, dan hal-hal lain yang bisa kita dapatkan setelah mengikuti tantangan membaca.
Sebagai Blogger, bagaimana pengaruh membaca buku dalam kegiatan menulis di blog?
Untuk saya pribadi tidak ada. Ketika membaca buku membantu saya untuk menajamkan sensitivitas saya dalam menulis, toh itu sudah saya dapatkan dari blogwalking. Tulisan teman-teman itu keren dan sudah melalui proses yang panjang. Jadi saya banyak belajarnya dari sana. Fungsi yang mungkin digunakan untuk belajar dari buku sudah bisa saya terapkan dari tulisan teman-teman blogger.
Membaca buku adalah hal lain. Ketika mengatakan,"saya belajar dari buku untuk kemampuan menulis di blog,", toh, otak saya secara tidak sadar sudah membagi satu paragraf kurang-lebih kedalam empat baris saja. Jadi, buku itu hal lain. Ketika mendapatkan pengaruh, saya tentu punya cara lain menyikapinya.
Sangat berpengaruh, tentunya. Hal pertama yang memengaruhinya adalah; cara kita membentuk suatu kalimat ketika akan menulis, semakin banyak membaca dengan beragam penulis, kita semakin tau bagaimana cara penulis itu menulis dengan gaya nya masing-masing. Kedua, motivasi. Reka merasakan dorongan, saat dan setelah membaca sebuah buku, motivasi yang muncul adalah keinginan untuk menulis suatu ide cerita atau menanggapi tentang buku tersebut, dan membagikannya lewat blog. Hm… apalagi ya, sepertinya itu aja. yang paling besar pengaruhnya adalah alasan pertama yang reka sampaikan diatas.
Seperti biasa, kolaborasi ini akan ditutup dengan lima judul favorit buku dari kolaborator. Saat meminta lima judul buku favorit dari masing-masing kolaborator, sebenarnya saya mau tidak perlu menggunakan alasan. Tapi karena saya kurang teliti, jadi beberapa dari kolaborator memasukkan judul beserta alasan mereka. Salah satunya dilakukan oleh kak Reka. Agar waktu yang digunakan kak Reka untuk menulis tidak sia-sia, alasannya tetap saya masukkan.
Aku agak susah memilih 5 buku favorit yang tolak ukurnya berasal dari hal-hal yang personal.Tapi akhirnya aku memutuskan buku-buku dibawah ini yang sebagai buku favorit selama beberapa dekade.
1. (Kumcer) Seperti Sungai yang Mengalir - Paulo Coelho
Salah satu kumcer terjemahan favoritku. Cerita di dalamnya bersifat Self reflect, dan gak jarang juga Paulo membawa unsur religiusitas di dalam ceritanya. Ada beberapa cerita yang cocok dengan keadaanku saat itu. Mungkin aku gak bisa cerita detailnya, tapi aku sangat menyukai bagaimana cara Paulo menulis dan cara pandangnya terhadap kehidupan. Tidak menggurui, namun mengajak kita untuk mengoreksi dan merenung. Dan aku, pikiranku berhasil dipengaruhi oleh tulisan beliau di umur quarter life crisis, waktu itu kalau gak salah di semester akhir perkuliahan. Sedang capeknya dengan skripsi, lelah dengan pertemanan, masa depan seakan semakin kabur, semakin sensitif dengan media sosial, belum lagi soal kerjaan yang gak kunjung datang. Setelah merasakan lelahnya sebagai mahasiswa, aku nemuin buku ini di iPusnas, dan cerita di dalamnya ada yang serupa dengan keadaan ku saat itu. entah sihir apa yang beliau lakukan sehingga aku betah membaca kumcer beliau yang satu ini.
2. Egosentris - Syahid Muhamad
Diantara buku yang aku pilih, buku ini lah yang memiliki alasan personal cukup kuat. Tokoh utama didalamnya bernama Fatih, aku punya kesamaan dengan dia dalam caranya menyimpan keluh kesahnya sendiri. Dia sering bertanya-tanya soal sikap manusia yang egois. Kritis dalam berbagai hal. Di tahun 2018, aku sempat memandang diriku sendiri sebagai orang yang overthinking, bahkan segala pertanyaan sepele bisa aku permasalahkan dan akhirnya malah frustasi karena gak mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang aku buat sendiri. Pikiran-pikiran semerawut itu akhirnya terbawa sampai akhirnya aku menemukan Buku ini. Selama itu pula aku gak menemukan teman yang bisa meredakan pemikiran dan emosiku, saat membaca kisahnya Fatih, aku tersadar kalau yang bisa mengontrol diri bukan hanya dukungan orang sekitar namun juga diri manusia itu sendiri. Manusia tidak bisa menggantungkan dirinya pada orang lain. Tapi, ada perbedaan besar diantara aku dan Fatih 😀 Aku gak punya nyali sebesar dia, yang berani melukai dirinya sendiri.
3. (Kumcer) Yang bertahan dan Binasa perlahan - Okky Madasari
Kumcer ini menjadi cinta pertamaku dengan tulisannya mba Okky :D
Aku gak memiliki alasan khusus, terlepas dari tulisan dan ceritanya yang memang bagus! Ada beberapa kisah di dalam tulisan beliau yang mewakili dan bisa menjawab kicauan yang sering mondar-mandir di dalam pikiranku. Dan gak hanya 1/ 2 cerita, tapi hampir di semua cerita. Makanya kenapa buku ini jadi favoritku karena aku seperti menemukan belahan jiwa #halah.
Rahul sendiri, pernah nemuin buku yang kayak gini gak sih? hahaha.
4. The Hole - Pyun Hye Young
aku gak bisa lepas dengan buku yang banyak menyiratkan pesan refleksi diri. Self reflect amat penting untuk kehidupan, ini pendapatku saja ya. Novel The hole menyampaikan pesan yang cukup gamblang karena membaca kisah dari tokoh utamanya, aku semakin bersyukur dengan kehidupanku saat ini. Kondisi ku di saat ini memang sedang tidak stabil, yang akhirnya harus menjual beberapa barang dirumah. Untuk beli kuota aja sekarang udah sulit hahaha. Buku ini mungkin tidak begitu jelas memaparkan bagaimana harusnya manusia bersyukur, tapi di satu sisi saat menyelami apa yang dialami Tokoh utamanya, bernama Oh Gi yang terbaring koma dan tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali, membuatku bertanya pada diri sendiri:
"Adakah nikmat lain yang lebih menenangkan daripada memiliki tubuh yang sehat? raga dan jiwa yang sehat."
Poin ini yang menyebabkan buku The hole menjadi salah satu buku favoritku.
5. A untuk Amanda - Annisa Ihsani
Aku suka novel ini karena, tokoh utamanya yaitu Amanda. Amanda digambarkan sebagai sosok remaja yang gigih dan cerdas. Berbeda denganku yang tidak memiliki sifat keduanya. Aku selalu menyukai tokoh perempuan yang seperti Amanda, aku menyukai ketika melihat perbedaan sifat yang diceritakan dalam fiksi dengan diriku sendiri, hahahah entah kenapa rasanya itu menyenangkan. Terlebih, Amanda ini baru berusia 16 tahun, aku suka bagaimana percakapan yang ditunjukkan antara Amanda dengan ibunya, terkesan dewasa dan asik. Mungkin alasan ini gak bisa dicatat sebagai alasan yang personal :D
Sudah..
Rahul, terima kasih sudah membuat pertanyaan yang menguras pikiranku hahaha. Aku rasa sih jawaban diatas masih kurang deep, kayak kurang yakin gitu :D. Buku-buku yang sudah kusebutkan diatas sifatnya sementara, entah apakah nanti aku akan menemukan buku lain yang lebih memikat secara pribadi. But this is a good idea to working on in the new year!
Untuk menjawab beberapa pertanyaan dari kak Reka, saya tidak begitu ingat apakah mempunyai buku favorit yang mewakili dan bisa menjawab isi pikiran saya. Karena jika sedang memikirkan sesuatu, kadang saya lebih senang melamun, mencari cara mengatasinya lewat internet, atau bahkan mendapatkan jawaban dari hal lain. Misalnya, saya lagi galau karena masalah prioritas.
Saya tidak menemukan buku yang menjawab persoalan saya saat itu, tapi setelah melamun dan kontemplasi, saya ingat pernah nonton film Taken 3. Pada adegan terakhir, Bryan Mills, tokoh utama dalam film itu, berjuang menyelamatkan anaknya pada kasus yang telah ditangani pihak berwajib. Ketika ia disuruh mundur, ia balik bertanya,"apa prioritas utamamu?"
"Menangkap John (pelaku yang menyandera anak Bryan) atas tuduhan pembunuhan mantan istrimu."
"Prioritas utamaku adalah putriku."
Dari situ, saya menemukan kesimpulan bahwa semua orang punya waktu yang sama. Hal yang membedakan adalah prioritas mereka. Saya bisa saja posting sehari sekali, tapi prioritas saya bukan itu. Saya masih ingin punya waktu main ditengah kesibukan kuliah online.
Mungkin begitu jawaban saya. Kolaborasi kali ini ternyata cukup panjang. Saya tidak mengira akan sepanjang ini. Mudah-mudahan masih ada yang bisa sampai pada penghujung tulisan. Ha ha ha. Petunjuk untuk kolaborator berikutnya adalah the carat girl.
Kali ini ada 25K voucher OVO bagi yang benar dan beruntung. Tenggat waktu sampai serial terbaru ini naik. Yang punya jiwa detektif, mungkin bisa dicoba.
Huwaaaah, asik banget baca tulisan ini di pagi hari😍 Beberapa pertanyaan ikut bikin saya mikir (dan sedikit nostalgia dengan pertanyaan pertama), Rahul, hahaha😆 Baru aja singgah dari postingannya mbak Thessa yang juga tentang nostalgia dengan buku, kesini disuguhi beberapa pertanyaan juga tentang buku *eh walaupun bukan buat saya juga pertanyaannya🤣*
ReplyDeleteSoal reading challenge itu saya juga sepakat, sepertinya memaksakan sesuatu untuk hal-hal yang mungkin saja akan kita lakukan meski tanpa tantangan memang efeknya kurang baik. Itulah salah satu alasan saya nggak pernah coba ikut reading challenge, seperti kata Rahul, saya akan kurang bisa menikmati nuansa membaca buku, dan kemungkinan rasa yang mendominasi justru hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan tantangan, bukan menghayati isi buku😅
Duh, Rahul, itu clue-nya jujur lebih susah dari yang sebelumnya😂 carat girl? Hmm.. 🤔 Tadi saya iseng cari di google, yang muncul malah nama fandom boyband Seventeen😆
Oke deh, kayaknya saya nyerah, Rahul. Saya tunggu aja episode berikutnya. Pasti nggak kalah menarik😍 Kalau ini kayaknya udah bukan tentang buku, ya?
Tidak ada larangan menjawab, Aina. Serial ini hanya sebuah pemicu, saya malah harap banyak dari respon dan perspektif teman-teman yang lain 😁
DeleteNah, kalo saya mah seperti itu. Tapi tidak masalah dengan yang tidak. Karena tujuan seri tulisan ini untuk ngeliat berbagai perspektif itu.
GIFnya keliatan ngga Aina? Mudah-mudahan sih iya. Soalnya saya juga ngga ngerti pas bikin clue-cluean itu. Saya dibantu orang yang bersanhkutan 😁
Untuk beberapa episod berikutnya, masih akan mengusung tema yang sama. Jelas dengan topik dan pembahasan yang keren. Ditunggu, Aina
Dari seluruh pertanyaan Mba Reka yang paling aku renungin itu tentang Book Shaming. Aku gak pernah menyangka bahwa akan ada orang yang "merendahkan" orang lain hanya karena bacaannya. Bener-bener gak masuk akal. Buat apa kita ngerendahin orang karena tipe bacaannya ya? Udah mau baca aja bersyukur banget, lah ini malah dijatuhin.
ReplyDeleteDi twitter juga sempet rame banget tuh, orang-orang yang "berantem" cuma karena 1 bacaannya fiksi doang dan yang 1 lagi merendahkan karena fiksi = no ilmu. Aku bacanya emosi banget, kok bisa2nya sesama pecinta buku begitu. Tapi, yasudah lah toh apapun bacaannya menurutku yang terpenting itu mau baca....
Btw, aku mikir2 nih siapa kolaborator selanjutnya. Tapi, kayaknya aku menyerah deh gak ada bayangan siapa nih yang bakal mengisi blog Rahul selanjutnya...
Jika ditarik kebelakang, itu waktu saya SMA, saya ingat ada kegiatan literasi baca setiap 15 menit setiap hari. Jadi setiap siswa wajib bawa buku untuk bacaan di sekolah. Tapi ada syaratnya, tidak boleh komik salah satunya. Hal ini bahkan sudah terjadi di lingkungan sekolah sendiri.
DeleteKayaknya kesusahan yah? Hmm, serba salah juga nih. Padahal sudah tiga kali bikin petunjuk euy
Waah seruu yaa Mas Rahul dan Mba Reka.. Pertanyaannya juga seriiuss, kereen! Klo aku kmren mampunya malah pertanyaan2 receh ajaa 😂😂
ReplyDeleteAku mau komen yg book shaming. Dulu suka ada aja yg komen2 book shaming loh, misalnya ngeremehin orang yg baca teenlit karena hanya mereka membaca buku yg lbh berat.. Huhu.. Padahal kan baca buku itu for fun, dan harusnya setiap orang ga punya hak untuk nenjudge orang lain.
Trus klo book challange, satu2nya yg aku ikut adalah goodreads buat jumlah yg dibaca. Karena aku sukaa aja liat challange udah naik brapa persen 😂😂 Tp ada jg challange lain, misalnya baca buku penulis tertentu, genre tertentu, nah klo ini aku ga pernah mau ikut. Karena takut ga menikmati prosesnya. Sama kaya kata Mas Rahul di atas.
Carat girl? Aku ga bisa nebaak 😆😆 Sama kaya Mba Awl, aku sampe google keluarnya fandom seventeen. Hehehe. Aku nyeraaah..
Tidak ada pertanyaan receh kalo dijawab serius kak Thessa 😆 Saya senang dengan semua pertanyaan teman-teman. Saya mintanya yang personal, jangan jadi ajang keren-kerenan. Kak Thessa punya pertanyaan personal yang keren juga
DeleteSaya ngga begitu ngerti apa yang mereka banggakan dari bacaan sampai bisa merendahkan bacaan orang lain. Saya sendiri heran juga.
Kak Thessa punya pandangan yang agak berbeda yah soal reading challenge ini. Hal ini malah yang saya tunggu. Bukan satu-dua perspektif saja, tapi ada perspektif ketiga, keempat, dan seterusnya.
Wah, jangan kalah sama yang lain kak Thessa 😆
Wohoo sudah tayang!🎉😁 finally.
ReplyDeleteSeru banget bisa baca jawaban dari Rahul, dan ternyata memang ya dengan pertanyaan yang sama bisa mendatangkan jawaban yang berbeda. Melihat perspektif dari Rahul soal buku dan kegiatan membaca membuka rasa ingin tahuku dengan jawaban dari orang lain 😅.
Menarik sekaliiiii. Semoga projek ini bisa bermanfaat untuk Rahul dan teman-teman blogger lain!! 👍🏻👏🏻 Untuk episode berikutnya dengan adanya GIF terakhir yang Rahul tampilkan dan juga tebakan dari Awl aku langsung kepikiran kak Eya 😄, entahlah, tapi siapapun kolaborator yang akan datang, aku sudah menanti nanti....
Iya kak Reka, tujuan saya memang itu. Saya pengen hal ini tidak sampai hanya diisi tulisan ini saja. Saya harapnya perspektif saya dan kolaborator, dalam hal ini kak Reka, habya sebagai pemantik.
DeleteAamiin kak Reka. Aamiin. Untuk jawabannya, saya simpan dulu. Pengumumannya saat episod terbaru naik 😁
Kayaknya saya boleh nih mengajukan CV untuk menjadi asisten Rahul Holmes. Dan clue Carat Girl beserta GIF Seventeen itu udah ketahuan banget siapa orangnya wkwkwkwk 🤣🤣 kayaknya manteman belum begitu ngeh deh, Mas. Padahal Seventeen itu udah clue jelas banget ya hihihi
ReplyDeleteKusuka sekali dengan pertanyaan di atas, deep dan personal. Saya relate banget dengan kegalauan Reka yang nggak punya (atau minim) teman di dunia nyata yang bisa diajak diskusi buku. Saya juga merasakan hal yang sama, itu kenapa akhirnya memutuskan untuk bahas buku lebih banyak di blog, dan ternyata ketemu dehhh dengan para blogger yang punya minat sama :D
Dan soal reading challenge, jujur nggak pernah bisa melakukannya hahahaha sejak tahun 2020 kemarin hanya berani menargetkan 20 buku dalam setahun, berarti minimal harus baca 1-2 buku dalam sebulan, ternyata bisa juga sih dilakukan. Sebetulnya fenomena reading challenge ini saya lihatnya malah lebih mempersatukan para bookish aja sih. Seruuu aja melihat para kutubuku saling sharing buku bacaan mereka. Harapannya memang reading challenge semacam ini bisa menumbuhkan minat baca yaa.
Btw, lagi-lagi Egosentris masuk top 5-nya Reka nih. Sepertinya memang harus segera dibaca 🙈
Thank you Mas Rahul dan Reka yang sudah berbagi cerita personal tentang buku. Looking forward to next collaborator nih 😆
Pas bikin clue ini, saya langsung ingat kak Jane juga cukup punya interest dengan kpop. Kecurigaan saya terbukti 😆
DeleteWih, bisa saling sharing tuh sama kak Reka. Saya juga senang baca tulisan-tulisan kak Reka maupun kak Jane. Mungkin bisa tuh bikin JaneXReka 😄
Kalo jadinya komunitas, saya malah senang juga liatnya. Tali sebagai tempat dengan angka bacaan tahunan, saya tidak begitu suka dengan hal seperti itu. Bukan dengan orang yang seperti itu.
Saya masih nunggu jawaban kak Jane 😁
Wah, pertanyaan dari Kak Reka deep-deep banget. Cukup menguras otak nih untuk menjawabnya hahaha
ReplyDeletePerihal reading challenge, aku sendiri mirip dengan Kak Reka, membuat target membaca tanpa dipengaruhi oleh siapa-siapa, murni keinginan dari diri sendiri agar lebih memicu keinginan untuk membaca dan itu yang aku rasakan hingga saat ini, terpicu untuk menyelesaikan tumpukan-tumpukan yang ada karena adanya reading challenge hahaha meskipun targetku nggak berani banyak-banyak 😂
Perihal book shamming, aku rasa setiap jenis shamming sangat tidak dibenarkan.
Btw, dari buku favorit Kak Reka, aku dari sebelumnya ingin baca The Hole, dan kebetulan Kak Reka memasukan The Hole ke dalam buku favoritnya, aku jadi semakin ingin membacanya hahaha.
Untuk the next collaborator, kayaknya Kak Endah? 😂 Ngasal banget tapi aku nggak tahu siapa lagi yang suka Seventeen wkwk
Ngga berani banyak-banyak tapi kemarin bisa tembus 5x lebih dari target 😆
DeleteIya mah, apalagi yang mandang Oreo dari bentuk fisiknya. Kalo hancur langsung ngga dimakan, padahal rasanya sama-sama aja meski ngga pisah diputar, dijilat, terus dicelupin.
Jawabannya saya keep dulu kak Lia. Pengumumannya saat episod terbaru naik 😆
Huahahaha makanya aku sebut hasil dari target kemarin adalah rekor 😂 tahun ini nggak tahu bisa sampai segitu lagi atau nggak *udah pesimis duluan*
DeleteEeeee, ada yang oreo shamming?! Padahal oreo dalam bentuk apapun tetap enak 😭 bentuk bubuk sekalipun ketika ditabur di atas es krim dan jadi mcflurry oreo rasanya enak 😭 terus sekarang jadi pengin mcflurry 😭 tapi udah malam, Mcd di sini udah pada nutup karena psbb 😭
Penasarannnn, nggak sabar menanti eps berikutnya 😆. Ditunggu, Hul! Hihihi
Saya yakin kalo intensitas dan prioritas kak Lia sama dengan tahun kemarin, setidaknya bisa mendekati angka kemarin.
DeleteIya tuh, saya aja heran. Oreo yang jadi bubuk pun bisa jadi topping untuk minuman. Ha ha ha.
Siap kak Lia, episod berikutnya akan rilis bulan Februari!
Hihihi thank you untuk dukungan mentalnya ya, Hul 🙏🏻. Rahul juga semangat untuk tugas-tugas dan ujiannya! Semoga bisa cepat selesai~
DeleteIya kannn :( segala bentuk oreo, mana ada yang nggak enak :( toh rasanya sama-sama oreo 😂 kecuali kalau pakai merk lain, baru deh rasanya beda wkwkwk *ini jadi bahas kemana-mana*
Aamiin. Terimakasih kembali kak Lia 😄
DeleteItu mah pasti. Kayak adeknya Oreo, yang Goriorio itu. Tapi saya ngga bisa bedain sih kalo keduanya jadi topping 😆
Hai ini kreatif, kolaborasi tulisan macam ini. Hal baru untuk saya.
ReplyDeleteDua orang barangkali dengan latar belakang yang berbeda 'bicara' dalam tulisan tentang buku. .
Setiap pandangan adalah benar menurut persepsi masing - masing. Namun penting untuk saya beri apresiasi adalah ide untuk 'melahirkan' tulisan model ini.
Walau tulisannya cukup panjang tetapi menurut saya semuanya 'daging'. Opini cerdas dari orang - orang yang kemampuan membacanya sangat baik..
Hal baru untuk saya.
Inspiratif Daeng Rahul. Keren!
Bacaan yang dihadirkan pun terbilang baru bagi saya atau barangkali gandre kita yang berbeda, Novel Sali karya Dewi Linggasari, Woment at Point Zero karya Nawal El Sadawi beberapa buku yang pernah saya baca, selebihnya harus diasah lagi kemampuan berliterasi ini...
Jika ini hal baru untuk Bung Martin, apalagi saya. Ha ha ha. Ini benar-benar baru untuk konten blog saya, Bung.
DeleteYang punya kemampuan mah kolaboratornya Bung Martin, hostnya mah cuma numpang eksis aja. Ha ha ha.
Siap Bung Martin. Terimakasih rekomendasi bukunya. Sangat bermanfaat untuk teman-teman yang lain, termasuk saya
Waah seru banget Rahul, Reka! Suka banget bacanya niih 😆
ReplyDeleteSetuju banget soal bookshaming. Mungkin beberapa orang merasa ngomentarin bacaan orang lain adalah hal sepele, tapi buat yang dikomentarin belum tentu sesepele itu lho, bisa jadi malah orangnya jadi minder dan ga mau baca buku lagi. Aku berharap setiap orang akan lebih sadar dan menghargai orang lain apapun pilihan bacaan, tontonan, atau musik yang mereka dengar 😊
Btw kita sependapat dengan reading challenge nih Rahul, gara2 reading challenge aku justru ga bisa nikmatin bacaan karena fokusnya lari ke jumlah buku yang dibaca hahaha tapi baca Reka yang menikmati reading challenge juga aku manggut-manggut, mungkin memang untuk sebagian orang, reading challenge sangat berguna, buat sebagian lainnya, justru malah bikin pusing. Jadi, sama kayak genre bacaan kali yaa, ikut reading challenge itu adalah pilihan tersendiri 😊
Hmmm carat itu yang aku tau adalah sebutan untuk fans Seventeen, dan carat yang aku kenal di dunia perbloggingan kayaknya cuma Endah hahaha. Ga tau kalau ada teman lain yang ternyata carat ahaha. Aku jawab Endah dulu deh 😂
Terimakasih apresiasinya kak Eya. Senang mendengarnya.
DeleteSalah satu tujuan saya buat serial ini adalah untuk menunjukkan hal itu. Bahwa meskipun kita beda pandangan, itu hal yang wajar dan malah bikin perspektif baru untuk kita. Itu membuat kita belajar dan mungkin bisa mewajari kenapa hal tersebut terjadi.
Siap kak Eya, jawabannya saya keep dulu. Pengumumannya ada diepisod terbaru nanti. Tungguin yak. Ha ha ha
Saya enggak bisa jawab siapa yang bakal diajak kolaborasi berikutnya. Haha. Betulan kurang jauh mainnya.
ReplyDeleteHm, kalau diingat-ingat, saya pernah book shaming nih. Tapi semakin ke sini saya lebih santai, ya walau kadang masih iseng mengejek penggemar fanatik dari buku atau penulisnya itu. Ada rasa jengkel jika saya mengkritik suatu buku, lalu penggemarnya membela mati-matian. Cuma lagi-lagi saya udah bisa menahan diri. Sering saya simpan aja komentar buruknya atau cukup membahas bersama teman yang sefrekuensi, atau paling enggak sama teman yang berseberangan tapi tetap bisa menerima opini berbeda.
Wih, The Hole masuk lima buku favoritnya. Kebetulan saya udah baca sejak 2019, dan itu memang cocok buat refleksi diri. Jadi berpikir buat menghargai tubuh ini supaya tetap sehat. Sedih banger anjir ketika udah enggak bisa ngapa-ngapain dan terbaring sehabis koma gitu.
Sudah tiga kali bang Yoga gagal menebak. Barangkali berikunya berhasil.
DeleteTidak masalah bang Yoga, saya rasa ini hanya masalah fase. Saya juga pernah berada difase itu, sekarang juga lebih santai. Malah saya senang jika bertemu dengan orang yang senang dengan genre yang asing diteling saya. Saya bisa nanya-nanya ke dia. Contohnya kayak teman saya yang senang Anime, saya sering tanya ke dia anime apa yang bagus untuk saya. Dia merekomendasikan beberapa judul meski semuanya belum saya tonton. Itu cuma contoh saja sih.
The Hole masuk reading list, nih. Sebenar-benarnya, lima buku favorit dari masing-masing kolaborator adalah niat terselubung saya untuk minta rekomendasi bacaan. Ha ha ha
wah wah wah...nambah istilah baru lagi aku rahul...book shamming hihi
ReplyDeleteokey takcatet dulu...kalau book shamming sampai yang bener bener memperlakukan buku kayak objek ejekan abis abisan dan ditulis di media publik sih enggak sampai hati aku hul hahhahahah...gemana ya...ya aku aja yang cupu ini jika menempatkan posisi sebagai penulis aka pembuat cerita kok ya rasanya susah. Serius loh membuat karya itu susah...buatku yang masi cupu bin culun ini ya hahahha.....masa kan sampe hati ngreview dengan cara cara yang kayak ngenyek kayaknya kok ga tega...kalau menempatkan posisi as pembaca yang pure mungkin kalau nemu buku yang jelek banget (as sudut pandangku) masih bisa kutahan tahan dalam hati sih model reviewnya kayak apa..paling ga tetep lah taktulis beberapa point kelebihannya...walau mungkin dikit....ga pure yang bakal jadi kritikan aja #sekali lagi aku anaknya ga tegaan emang ahahhahahahha...ga cuma buku aja sih...mungkin karya tulis lain juga hihi..soalnya aku bukan kritikus ulung jadi masih yang modelan lemah lembut gitu deh wkwkwk
eh point buku yang bisa mempengaruhi pola pikirmu sampai segitu dalamnya...hmmmm...aku mulai tertarik buku tuh pas SMp waktu baca supernova, buku bukunya ayu utami juga...dulu...
sama eh bukan buku sih sebenarnya...jadi kayak aku semacam terkesima gitu sama cerpen cerpen yang biasa diunggah di kompas minggu hehheheh...mungkin sering baca punyanya agus noor....ditambah aku suka cerpen cerpen kompas karena diselipin ilustrasi yang nyeni banget...sama satu lagi...cerpen cerpen yang berhasil di muat di majalah horison dan dulu sering aku baca di perpua SMA
Kak Nita saya yakin memang orang yang ngga tegaan. Ha ha ha. Dan benar sekali, buat karya itu susah. Cuma orang-orang pemberani yang bisa, dan saya rasa orang yang bikin karya cenderung punya rasa maklum terhadap semua jenis karya. Kecuali kalo memang perfeksionis. Ha ha ha.
DeleteDewi Lestari dan Ayu Utami memang keren. Kak Nita baca Djenar juga ngga?
Pas awal kuliah, saya cukup sering baca cerpen di Lakonhidup, apalagi pas cerpen saya dimuat dan naik di sana. Anak cupu bersanding dengan cerpenis yang keren-keren. Ha ha ha
aku baca djenar maesa ayu sejak yang mereka bilang saya monyet lalu buku bukunya yang lain hul yang kontroversial hihi
Deletesebenernya aku lagi oenasaran ama buku bukunya puthut EA Hul, lagi mau bismilahirohmanirohim buka sampul plastiknya ini hahhahaha
ah aku mah ga percaya rahul cupu, nulis di blog aja bahasanya tertata gini...aku seneng baca tulisanmu yang tentang sehari hari...ditulisnya pun beneran memperhatikan eyd hul...eh rahul dirimu anak sastrakah? 🙄🤔🤭
Djenar memang eksplisit. Seorang teman pernah menghubungi dosen untuk tidak membaca beberapa cerpen Djenar saat mendapat tugas 😆
DeleteSemoga istiqomah dalam membaca bukunya kak Nita.
Saya mah nulis ngga pake EYD kak Nita. Asli. Kalo saya ngerti aja itu sudah cukup untuk jadi standar orang ngerti. Makanya terkesan runut, padahal aslinya mah urakanurakan 😆
Akhirnya tayang juga ��
ReplyDeleteBaca ini,aku sambil mikir, seandainya aku dikasih pertanyaan ini, mungkin aku akan jawab sama kayak mba reka, cukup menguras pemikiran juga
Ada pertanyaan yang tadi dibilang ambigu juga, mungkin selama ini ,aku ga akan pernah terpikir ke arah sana ketika selesai membaca buku buku
Soal review, duluu awal ngeblog, aku pernah nulis review buku yang aku suka, dan amat sangat singkat sekali menurutku review-nya��, sayangnya postnya malah aku hapus. Haduhh hahaha
Apalagi ada komen dari penulisnya langsung, Happy bener saat itu
Sekarang PR nya nuntasin baca baca buku yang belum sempet kebaca, dan niatnya pengen bikin review beberapa buku juga. Semoga bisa terlaksana
Menjawab pertanyaan yang dibuat sendiri memang punya tingkat kesulitan sendiri, apalagi didesain untuk orang lain kak Ainun. Ha ha ha.
DeleteWah, keren itu. Dikomen penulisnya langsung. Saya suka baca ulasan yang singkat malah, lebih mempersingkat waktu. Tapi lebih senang lagi kalo ada yang ngomongin hal yang detil. Bahkan sifatnya mengobrak-abrik dan menelanjangi bukunya.
Aamiin. Semoga terlaksana kak Ainun