zsnr95ICNj2jnPcreqY9KBInEVewSAnK0XjnluSi

Sebelum Fenomena "When Pamungkas Said..", Dari One Only sampai Kasus Plagiarisme

Beberapa bulan yang lalu, sosmed penuh dengan video "when pamungkas said..", sebuah video 15-30 detik yang menggunakan latar musik To The Bone milik Pamungkas. Hal itu bermula dari video seorang perempuan bernama Hana Wilianto yang diunggah ke TikTok. Video itu menuai banyak respon dan pujian. Bahkan, Pamungkasnya sendiri turun tangan untuk men-DM Hana Wilianto.

Sebelum Fenomena "When Pamungkas Said..", Dari One Only sampai Kasus Plagiarisme
Ada beberapa hal yang lebih dulu terjadi sebelum fenomena itu meledak. Mungkin beberapa orang tidak tahu atau ngeh kalau lagu One Only yang dulu sempat meledak juga adalah lagu milik Pamungkas. Bedanya, One Only dulu lebih terkenal di aplikasi Snack Video yang mayoritas penggunanya anak Free Fire. Asumsi ini terjadi ketika beberapa kali saya menemukan video Free Fire dengan logo Snack Video didalamnya.

Bagi beberapa yang tidak engeh, mungkin akan menyadari bahwa lagu-lagu Pamungkas memang enak dan merasa cocok untuk mereka. Terus mendengarkan lagu-lagu Pamungkas yang lain, tapi malah membuat dua kubu. Kubu pertama adalah mereka yang menyukai lagu-lagu Pamungkas yang lain dan kubu kedua yang cuma suka One Only dan To The Bone saja.

Sebagai penikmat lagu-lagu Pamungkas, saya sendiri sudah mengikutinya sejak awal 2019, mendengarkan lagu-lagu One Only seperti orang-orang dan menjadi bagian dari orang yang menyukai hampir semua lagunya. Untuk saya sendiri, dua album pertama Pamungkas memang adalah pencapaian yang menjadi standar berat untuk Pamungkas sendiri.

Sekalipun Pamungkas ngeliris album baru bertajuk Solipism, album yang menurut saya jadi album pendewasaan Pamungkas, tapi ngga se-hype dua album pendahulunya. Kalo bisa diitung, mungkin cuma satu-dua lagu yang melekat dan berpotensi tiktokable menurut saya, tapi dari sisi musik, saya terus terang masih menyukainya. 

Tak heran, yang mengenal Pamungkas dari fenomena "when pamungkas said.." itu, banyak yang akan kecewa dengan album ketiganya. Mungkin beberapa akan senang dengan Closure untuk dijadikan latar musik dengan caption "terimakasih pernah ada", atau Be My Friend sebagai latar musik untuk circle pertemanan yang toxic.

Lagu-lagu dalam album Solipism adalah lanjutan dari sisi kelemahan Pamungkas dengan liriknya yang pamungkas. Meski begitu, yang ngga ngerti dan malas nyari tahu terjemahan liriknya juga tetap bisa menikmati alunan musiknya. Isu yang diangkat juga tidak jauh-jauh dari hal internal yang sering dan akan dilalui oleh anak muda. Tiga hal itu sudah cukup bikin lagu-lagu Pamungkas jadi populer dan banyak didengarkan anak-anak muda di warung kopi atau ngeplay lagunya saat sedang live Instagram.

Namun, tidak semua dibalik kesuksesan Pamungkas adalah jalan yang mulus. Selain sempat menderita gangguan pendengaran, beberapa waktu yang lalu Pamungkas juga sempat terseret kasus plagiarism cover album terbarunya, Solipism. Saya ngga gitu ngikutin, tapi katanya masalah sudah kelar. Sebagai orang yang menganggap dirinya seniman, plagiat tentu saja jadi momok yang besar dalam kalangan seniman.

Ada yang mendukung, ada juga yang tidak. Saya sendiri tipe orang yang bisa melepaskan hal itu dari menikmati karya-karya seniman. Sama seperti kasus Woody Allen, sekalipun ada kalimat "pengarang tidak bisa lepas dari karyanya", toh saya tetap masih bisa menikmati karya-karyanya tanpa merasa sangat terganggu dengan kasus orangnya.

Kembali ke fenomena "when pamungkas said.."

Saya sendiri sudah menonton episod ini dalam acara Tonight Show. Kebetulan, saya juga senang menonton acara tv itu, menjadi orang yang nonton video-video Vin-Des bersama Hesti dan Enzy di YouTube pasca programnya digantung Net TV. Ngga kebayang, setelah beberapa bulan, closing Pamungkas itu bisa jadi satu fenomena baru di internet.

Sebagai bentuk disclaimer, saya bukan gatekeeping terhadap orang-orang yang baru mendengarkan lagu Pamungkas. Percayalah, tulisan ini murni atas rasa kagum saya kepada fenomena ini. Bahkan teman saya yang awalnya sulit untuk dicekoki lagu bahasa Inggris, langsung memutar To The Bone setiap saat.

Fase gatekeeping itu sudah lama saya tinggalkan. Ketika mendengarkan lagu-lagu 2PM dan Super Junior ke teman-teman saat SD, tapi tak mau mengirimkannya lewat Bluetooth. Saat lingkungan bersenandung "put your hands up" dimana-mana, saya kesalnya bukan main. Lagu yang dulunya saya rasa keren, kini jadi lagu alay yang diputar dimana-mana.

Kalo mau tau seberapa viral sebuah fenomena, coba liat story WhatsApp teman-temanmu. Biasanya satu-dua orang yang tidak mau ketinggalan pasti ikut bikin atau setidaknya upload video yang ada di TikTok. Setelah kasusnya beberapa lalu, Pamungkas sukses naik lagi, bukan karena album terbarunya yang diaransemen ulang, tapi karena ketidaksengajaan dunia internet dan keisengan seorang perempuan bernama Hana Wilianto di TikTok.

Related Posts

2 comments

  1. aku ketinggalan berita viral ini di tiktok.
    mungkin "rajin-rajinnya" buka tiktok akhir akhir ini aja, itupun karena butuh buat nyari ide ide.
    aku tanya pamungkas pas pertama baca post Rahul, dan ketika lagu pamungkas diputer dicafe cafe misalnya, aku malah nggak ngeh kalau yang nyanyi Pamungkas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tulisan ini juga ngga baru-baru amat kak Ainun. Cuma draf yang saya kalo dibuang ato disimpan, jadi daripada ngga publish sama sekali jadi dipublish saja. Ha ha ha.

      Kadang malah lebih asik begitu, pernah atau suka dengan satu lagu tapi ngga tau siapa yang nyanyi. Jadi ngga peduli hal diluar dari lagunya. Saya sering seperti itu

      Delete
Terimakasih sudah membaca. Sila berkomentar terkait tulisan ini.