zsnr95ICNj2jnPcreqY9KBInEVewSAnK0XjnluSi

Stigma Drakor, Sinetron, dan Film Indonesia

Jika ada hal yang menjadi evergreen topic dunia hiburan di masyarakat, itu adalah drama Korea, Sinetron, dan Film Indonesia. Tiga itu adalah hal yang paling sering saya jumpai saat mengintip sebuah forum diskusi atau grup, bahkan di dunia nyata. Adapun sikap yang saya ambil pada awalnya tidak terlalu peduli. Tapi kayaknya ini cukup menarik untuk dibahas.

Tahun ini, adalah tahun serial untuk saya. Saya mulai jarang menonton film, paling hanya sekali-dua kali jika ada yang memang benar saya ingin tonton. Saya melahap semua serial. Mau itu seri TV, drama Korea, anime maupun Sinetron. Saya tidak begitu peduli dengan beberapa stigma yang diberikan orang-orang. Selagi saya senang, saya tidak masalah.

Drama Korea yang Kemenye-menyean

Stigma Drakor, Sinetron, dan Film Indonesia
sumber: google

Saya termasuk orang yang cukup baru menikmati drama Korea. Sangat terlambat untuk mengikuti beberapa drakor lawas dan cukup tergiur dengan yang masih on going. Meski begitu, saya menjadikan ini sebagai sebuah mainan baru. Dulu, saat pertama kali 'horny' menonton film, hampir 2-3 film yang saya tonton setiap hari. Sama seperti waktu itu, saya mulai menyenangi drama Korea.

Bagi pandangan orang awam, drama Korea adalah sajian visual menye-menye dengan cerita klise yang diromantisasi. Saya juga tidak tahu, stigma ini berawal dari mana. Tapi setelah memposisikan diri saya pada posisi mereka, ternyata saya juga pernah berada di sana. Menjadi orang yang memandang drakor terlalu feminin untuk lelaki.

Malah, saya pernah berada dalam posisi meledek teman saya yang terlalu fanatik dengan drama Korea, lebih tepatnya dengan Korea. Puncaknya, saya dan teman-teman pernah mendapati teman saya itu sedang menonton drama Korea saat sedang apel sekolah, duduk, dan oleh teman-temannya dilindungi agar tidak terlihat guru. Terbaik memang.

Saya mulai mengerti, stigma yang dibangun di masyarakat tentang drama Korea kemungkinan berasal dari stigma lain bahwa beberapa cowok Korea yang melakukan operasi plastik. Dan menurut mereka, itu sangat tidak maskulin untuk mereka. Menonton drama Korea sama saja dengan menonton drama feminin. Ini anggapan saya yah. dari hasil pemikiran waktu itu.

Saya senang menonton drama Korea. Selain karena temanya yang unik-unik, episodenya juga terbatas. Paling tidak dibawah 50 untuk satu musim. Dan saya juga jarang melihat drama Korea yang diperpanjang menjadi lebih dari semusim. Karena mungkin, kesuksesan dan rating, bukan faktor utama untuk mereka melanjutkan ceritanya.

Sepanjang menonton drama Korea, saya terhibur. Jika diingat-ingat, saya sudah agak lama menonton drama Korea bertajuk "Full House" di televisi. Bukan hal baru tentunya untuk saya beradaptasi dengan formatnya. Lagipula, tema sekarang sudah beragam. Tidak menutup kemungkinan, saya akan menonton Running Man. Tapi kayaknya mempersiapkan tenaga dulu kalau-kalau saya terbawa arus.

Sinetron yang Tidak Belieavable

Stigma Drakor, Sinetron, dan Film Indonesia
sumber: google

Saya tumbuh bersama sinetron. Maka tak heran, saya orang yang cukup terdepan jika ada yang menyerang sinetron. Atau lebih tepatnya, saya orang yang akan membela jika menyamaratakan semua sinetron. Karena saya mulai ragu untuk berdiri pada semua judul sinetron.

Bagi kebanyakan orang, sinetron sama seperti drama Korea, menye-menye dan diromantisasi. Bedanya, sinetron tidak realistis dan episodenya yang beratus-ratus. Mungkin saya cukup setuju, pada beberapa judul sinetron. Tapi saya paling tidak setuju dengan kalimat 'terlalu didramatisasi'. Kan memang itu daya tariknya.

Sama seperti drama Korea, saya juga menonton cukup banyak sinetron. Malah jika dihitung dari sinetron masa kecil, akan jauh lebih banyak ketimbang nonton drama Korea. Semakin kesini, saya makin memilah mana yang akan saya tonton. Stigma sinetron di masyarakat, tidak membuat saya bingung karena telah melihat bukti nyatanya. Tapi begini, agar adil, saya ingin memperkenalkan sinetron yang menurut saya layak untuk dijadikan pertimbangan.

Baca juga: Membahas Tuntas 'Preman Pensiun 1 & 2'

Preman Pensiun adalah sinetron yang menurut saya cukup premium dibanding yang lain. Episodnya yang kurang dari 50 permusim, menjadikan cerita dan alurnya tidak menca-mencle kemana-mana. Temanya juga unik, beda dari kebanyakan. Pemeran yang dipakai untuk menghidupkan ceritanya bukan tokoh atau artis terkenal. Cobalah nonton ini dahulu, mungkin akan mengubah cara pandangmu, memperbaiki hubunganmu dengan sinetron.

Kalau persepsi sudah berubah, mulai cari tontonan lain yang menarik. Ada beberapa seperti Tetangga Masa Gitu? atau bahkan yang cukup lawas Si Doel Anak Sekolahan. Pemakluman itu, yang akan membuat standar kamu terhadap sinetron mulai berubah. Yang tadinya mungkin terlalu compare to a movie, sekarang jadi lebih "oh, mungkin memang begini formatnya."

Film Indonesia bukan Opsi Utama

Salah satu hal yang membuat saya yakin ada ketimpangan antara film Indonesia dan Hollywood adalah kalimat yang keluar dari teman saya. Waktu itu, kami akan malam mingguan untuk menonton sebuah film Indonesia di Bioskop. Saya akhirnya mengajak teman saya yang lain untuk ikut. Ia menolak, alasannya: "Saya tidak terlalu suka film Indonesia."

Mungkin terdengar cukup diplomatis. Tapi saya rasa, ada alasan yang cukup dalam yang tidak bisa ia katakan. Mungkin, 35 ribu lebih worth it untuk ia gunakan untuk makan, ngemil, atau bahkan nonton film-film Marvel saja.

Saya tidak akan berada pada satu keadaan untuk mengatakan "dukung perfilman Indonesia". Kata Richard Oh, itu perkataan orang pesimis. Saya mungkin lebih kepada tidak punya cukup banyak referensi jika ditantang untuk mengatakan beberapa film yang bagus.

Saya menikmati film Indonesia sama seperti saya menikmati semua format yang saya nikmati. Dan tentu saja, ada perbedaan dari cara menikmatinya. Misalnya, saya butuh effort lebih untuk baca subtitle jika nonton film berbahasa asing. Kalau film Indonesia, saya butuh pemakluman kalau-kalau ada hal yang mengganjal karena budget yang terbatas.

Saya tidak bisa memberi judul mana yang bisa coba kamu tonton agar tertarik dengan film Indonesia. Tapi menurut saya, ada banyak film Indonesia yang menurut saya keren. Mulai dari yang ringan sampai yang berat. Mulai dari yang klise sampai yang kompleks. Saya bukan reviewer film, ada banyak diluar sana yang lebih kompeten bicara itu. Kalau dalam blog ini saya membahas film, itu lebih kepada ingin membahas dan menunjukkan impresi saya pada film tersebut.

Jika mengatakan film Indonesia minim aksi, tontonlah The Raid, The Night Come For Us, atau bahkan Headshot dan Pendekar Tongkat Emas. Jika merasa horor Indonesia hanya menjual badan, tontonlah Pengabdi Setan atau Sebelum Iblis Menjemput. Saya tidak akan merekomendasikan film romantis, ada banyak yang saya suka tapi pertimbangan saya carilah yang seleranya sama denganmu dan minta rekomendasinya.

---

Ohya, untuk sinefil dan kritikus diluar sana yang membaca ini, saya hanya berpendapat saja. Tidak ada niat untuk merasa paling tahu. Ini hanya bentuk dari kesenangan saya menonton. Kebetulan pembahasan ini menarik untuk saya ulik. Kebetulan saya punya blog dan internet. Kebetulan saya punya waktu untuk nulis. Dan secara sadar, saya sudah tekan publish.

Related Posts

23 comments

  1. Saya juga termasuk pendatang baru di dunia drama Korea, mas :)) awalnya justru adik saya yang tau drama Korea dari jaman dulu waktu drama Dae Jang Geum diputar di TV awal 2000-an. Pada waktu itu saya nggak tertarik ikut menonton karena genre kolosal (saeguk) bukan minat saya :D

    Lately mulai suka karena saya dan pasangan berusaha cari cara agar bisa doing hobi berdua. Lantas terpilih~lah hobi menonton drama, film atau show Korea. Kenapa nggak Indonesia? Karena jarang ada subtitle English-nya while drama, show atau film Korea pasti always ada subtitle-nya jadi bisa dinikmati bersama-sama :3 since then, saya mulai tertarik dengan hal-hal berbau Korea, niatannya untuk mempelajari negara pasangan lebih dalam. Namun biar begitu, saya tetap hanya mau menonton yang saya suka :))

    Ngomong-ngomong soal Running Man, tadinya saya nggak berminat karena tau episode show-nya sudah ratusan. Ini show kan sudah dari tahun 2009, saya pikir terlalu jadul dan mungkin humornya nggak cocok sama saya. Tapi pasangan memaksa coba dulu tonton episode pertama. Ternyata episode tersebut sukses membuat saya ketawa keras dan stres saya mendadak hilang hahaha. Sejak itu, Running Man menjadi obat stres untuk saya karena nggak pernah gagal membuat saya ketawa padahal saya tonton dari episode paling pertama yang mana sudah jadul sangat :D

    Nah, sinetron Indonesia sendiri sebenarnya ada beberapa yang pernah saya ikuti tapi sudah sangat lama. Dulu saya ikuti Keluarga Cemara, Si Doel, Bidadari *ketauan angkatan tua* cuma semakin beranjak usia, sudah nggak begitu tertarik menonton sinetron, lalu berubah jadi rajin menonton FTV tapi era FTV awal garapan Frame Ritz bukan FTV yang setelahnya booming hehehe. Menurut saya FTV Frame Ritz bagus bagus bahkan banyak aktor aktris eksis pertama kali di sana sebelum akhirnya jadi pemain film terkenal :)) -- kalau film Indonesia, sebetulnya banyak yang bagus tapi saya akui sudah nggak banyak mengikuti film Indonesia. Paling yang ada di Netflix saya tonton, sama seperti film Korea, Hollywood dan lainnya :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sejauh ini, saya belum pernah memulai drama Korea untuk tidak saya lanjutkan. Selalu habis. Paling hanya terseok-seok karena durasinya yang biasanya agak lama.

      Saya sempat intip cuplikan episod perdana, kalau tidak salah yang dikurung di dalam mall besar itu. Sekilas cukup asik dan menarik. Saya tidak mau fokus nonton dulu, takutnya nanti terbawa arus dan lupa masih banyak watchlist.

      Ha ha ha. Judulnya jadul semau itu mah. Sinetron jadul yang sempat saya dapat, seingat saya, adalah Cinderella yang dimainkan Cinta Laura. Sempat mengikuti beberapa FTV, tapi lebih prefer nonton Si Bolang dan Program Space Toon.

      Nah, film Indonesia sudah banyak masuk di Netflix. Streaming service baru Disney + Hotstar juga banyak konten ekslusif. Keren. Coba tonton "Sabar, Ini Ujian" kak Eno

      Delete
  2. Saya malas menonton drama Korea karena merasa kurang cocok. Lebih pas sama dorama (Jepang). Saya dulu juga punya pikiran bahwa cowok enggak boleh menye-menye, hingga pikiran pun bergeser. Selama manusia punya perasaan, ya cowok juga boleh nangis dong. Yang penting enggak memperlihatkan sisi melankolisnya secara langsung.

    Sinetron udah lama enggak nonton, sih. Enggak mau ngikutin perkembangannya juga (sekiranya ada). Setahu saya, Preman Pensiun lebih ke format serial macam di Youtube, makanya digarap lebih oke. Tetangga Masa Gitu bukannya termasuk sitcom, ya? Kalau dulu zaman bocah saya punya favorit, yaitu OB alias Office Boy.

    Saya enggak anti sama film Indonesia, cuma saya perlu akui kelemahan beberapa film layar lebar di sini tuh memang cukup banyak. Selain dari segi teknis yang kurang saya pahami, dalam konsep penceritaan tuh dialognya masih jelek dan kaku. Kayak masih terpaku banget sama skrip. Atau memang skripnya yang jelek? Bandingkan sama luar, mereka tampak natural.

    Yang bagus memang ada, cuma yang benar-benar naik ke permukaan tentu masih langka. Mau enggak mau kan terpaksa bilang bahwa masih beda jauh sama film yang masuk box office gitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seingat saya, belum pernah nonton dorama. Paling hanya live action adaptasi anime. Apakah itu juga termasuk dorama?

      Istilah kerennya 'toxic masculinity'. Saya mah ngga masalah mau nangis kalau nonton film ataupun baca buku. Tidak masalah juga kalau harus pakai baju warna pink.

      Kalau memang dirasa begitu, sayangnya oleh produksinya sendiri dicap sebagai 'sinetron'. Tidak masalah sih namanya apa, kalau kontennya bagus yah bagus aja. Ohiya, terimakasih sudah dikoreksi bang Yoga.

      Saya masih sangat ingat, OB itu tontonan favorit Om saya selain Bajaj Bajuri

      Delete
  3. Recommended sekali untuk nonton Running Man. Meskipun episodenya udah banyak tetapi sangat menghibur. Episode-episode awal justru paling maksimal bikin ketawa ngakak. Dulu aku juga malas untuk ngikutin Running Man tetapi setelah dicoba nonton dari eps 1, eh malah nagih hahaha. Semoga Rahul juga bisa terhibur saat menonton Running Man juga show-show sejenis lainnya. Contohnya ada Infinite Challenge, sayangnya show ini udah berakhir tapi episode lamanya masih bisa ditonton.
    Salah satu keunggulan drama Korea adalah tema yang diusung berbeda-beda lalu episodenya nggak banyak. Menurutku ini porsi yang pas untuk menonton sebuah drama.

    Aku juga bisa dibilang banyak menonton sinetron Indonesia dibanding drakor karena sedari kecil udah sering nonton apalagi kalau udah mulai sore, ikutan orang-orang dewasa pada nonton. Sinetron zaman dulu juga lebih bermoral dibanding zaman sekarang. Adegan-adegan di sinetron zaman sekarang kurang realistis dan nyerempet berbau seksual padahal kalau nonton film luar yang ditayangin di TV lokal, ada belahan sedikit saja udah disensor tapi sinetron lokal malah adegannya bobo-boboan di ranjang, sambil ngomong mesra-mesra (ini sinetron masih tayang di salah satu TV lokal kalau malam-malam) Sedikit menyayangkan akan hal ini.

    Kalau Tetangga Masa Gitu, aku sangat suka dan menikmati juga acara tersebut. Ini termasuk sinetron ya?

    Btw, film Indonesia yang tayang di bioskop banyak sekali yang bagus-bagus. Laskar Pelangi salah satunya, juga film karya bang Radit dan Ernest. The Raid dan teman-temannya juga keren. Bahkan aku suka sekali sama Gundala, nggak nyesel nonton ini di bioskop dan nggak sabar banget untuk nunggu seri lainnya dari semesta Gundala dan teman-temannya. Ini film superhero Indonesia yang keren banget! Jadi, jangan skeptis dulu untuk nonton film Indonesia di bioskop karena perfilm-an Indonesia udah maju banget sekarang.
    Film-film horor seperti Danur juga bagus, nggak jualan badan aja walaupun aku juga nggak nonton sih karena takut huahahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak Lia, sempat direkomendasikan juga sama kak Eno untuk nonton. Tapi masih saya tahan-tahan. Watchlist masih bertumpuk. Kalau kata Kale,"sabar, satu persatu."

      Untuk urusan sensor menyensor, potong memotong, saya sebenarnya sudah agak malas untuk bahas. Ini jauh lebih kompleks.

      Bumilangit memang salah satu universe yang patut ditunggu, tapi ada beberapa universe lain macam Gatot Kaca, Wiro Sableng, dan Skylar Picture universe kalau memang kak Lia senang film superhero

      Delete
  4. Saya percaya "jangan terlalu jadi pembenci, nanti suatu saat bisa jadi orang yang paling cinta". Saya kurang suka drakor dan sinetron, sebisa mungkin nggak mau benci banget hahahah. Kalau dibilang pernah, saya beberapa kali aja. Efeknya: eh eh, kok seru ya? Jadi kudu direm sejak awal :D

    Apapun itu sih. Nonton secukupnya, kalau udah berasa enak, saya patut curiga hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benci jadi cinta, yah. Ha ha ha. Tapi saya kayaknya pernah baca ceritamu yang nonton DOtS

      Delete
  5. ada pepatah baru bunyinya "pada akhirnya akan nge-drakor juga" hahaha. saya akui memang drakor itu punya banyak kelebihan produksi yang lebih "baik" dari sinetron Indonesia. Bukan nya saya benci dan anti sinetron, tapi memang faktanya seperti itu.

    beberapa kali saya menonton sinetron yang langsung habis, beneran yang ada saya malah gemas karena banyak tidak masuk akalnya, produksinya terkesan seadanya belum lagi jalan ceritnya. tapi kenapa justru banyak ditonton?

    waktu saya tanya kepada beberapa ibu rumah tangga, mereka menonton karena beberapa hal: tayang di jam mereka "beristirahat", cerita langsung habis jadi mereka tidak perlu penasaran, dan penokohan yang tidak multi tafsir (jelas mana yang antagonis atau protagonis).

    paling tidak saya berharap ada suguhan yang "niat"

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk saya, selagi belum mencoba atau melihat sendiri, saya akan berusaha untuk tetap membuka diri untuk apapun, siapapun.

      Yap, beberapa program memang di desai untuk tayang prime time. Makanya, mau tidak mau tontonannya yah pasti itu

      Delete
  6. Udah lama ga nonton Running Man, padahal dulu seneng banget sampe blog lama itu paling banyak trafik ya dari rekomendasi episode2nya. Yg awal2 selalu bikin ngakak, ditambah pas guest masih yg saya kenal soalnya Kpop generasi kedua. Kalau varshow yg belakangan masih ditonton paling Knowing Bros.

    Jadi inget tulisan soal Preman Pensiun masih ngendap di draf belum digarap lagi, ceritanya pengen ngebandingin sinetron ini sama satu anime yg punya tema dan penceritaan serupa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, berhubung referensi Pop Culture Korea saya cetek, apakah masih bisa menikmatinya?

      Judul animenya apa?

      Delete
  7. Saya suka semua genre film sih mas, suka anime juga, kalau sinetron bukan nggak suka tapi jarang nonton tv aja. Kalau film biasanya suka yang thriller dan action. Di indonesia saya suka banget sama the raid. Nonton horor ya pengabdi setan itu, dimana habis nonton saya jadi takut ke kamar mandi malem-malem😂
    Dulu sempet juga nonton full house itu dan jadi ngefans song hye kyo dan rainbi gegara temen saya.
    Sungguh. Itu masa-masa dimana saya ke warnet cuma untuk lihat foto mereka dan ngeprint lirik lagu ost nya😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saking senangnya Full House, Rain sempat jadi figur keren dimata saya

      Delete
  8. Sebelum kenal drama Korea, saya udah jatuh cinta duluan dengan drama Taiwan. Mulai dari Meteor Garden, MVP Lovers, dll. Kebetulan di rumah dulu orangtua pasang parabola, karena mamaku suka sekali nonton acara maupun siaran dari Taiwan. Kecintaanku dengan drama Taiwan munculnya juga dari sana. Mamaku sih senang-senang aja, anaknya bisa sekalian belajar Mandarin katanya, walau tetap harus didampingi nontonnya 😂

    Saya kenal drama Korea justru waktu masa-masa SMA ke kuliah. Itu juga awalnya karena udah kecemplung di Kpop, kayaknya kalo udah kenal Kpop nggak mungkin nggak nonton drakor hahaha. Tapi saya cenderung pemilih kalau nonton drakor. Orang bilang bagus, saya bilang biasa aja. Yang saya bilang bagus, buat orang lain ternyata biasa aja. Ternyata memang subjektif hahaha

    Kalau sinetron Indonesia, waktu kecil sebetulnya saya lumayan sering nonton juga, Mas Rahul. Mulai dari sinetron cilik yang dibintangi Joshua Suherman, "Anak Ajaib", terus "Tuyul dan Mbak Yul", sampai si legendaris "Si Cecep" yang suka ditonton bareng Mbak di rumah kalo papa mama lagi pergi 😆

    Kalau soal film Indonesia, yang sering saya dengar memang genre horornya lebih unggul yaa dari yang lain. Karena nggak nonton horor, saya cuma nonton yang drama aja. Lima tahun belakangan aku sempat nonton beberapa film Indonesia di bioskop, nggak ada yang disesali, kecuali satu judul film drama yang membuat saya terus-terusan mengumpat dalam hati begitu keluar dari bioskop wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, sebelum tau drakor saya juga lebih dulu taunya drama Taiwan macam Meteor Garden itu. Perkenalan dengan drakor itu bisa dibilang pas nonton Full House pas SD, tapi benar-benar senang nonton itu kayaknta pas DOtS.

      Meski tergolong sinetron lama, saya masih sempat nonton Tuyul dan Mbak Yul

      Delete
  9. Cuma bisa bilang yang mas Rahul tuliskan semua sudah mewakili pikiran saya hahaha...

    Saya penonton acak jadi nggak ada tendensi suka film dari negara mana. Bahkan kadang suka nonton drama atau film-film festival entah dari rusia dsb.

    Kesimpulan saya, setiap negara akan punya keunikan sendiri yang disodorkan oleh sineasnya....karakter itu yang harus ditemukan dan dikembangkan....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dengan saya membuka diri, itu membuat saya jadi ketemu film-film keren. Karena tiap negara punya budaya yang berbeda

      Delete
  10. Aku termasuk yg kualat Krn sempet benci Drakor hahahaha. Suka godain temen2 yg tergila2 Ama itu dan bilang, "apa bagusnya sih tuh drama?" . Ternyata malah nagiiih Ampe skr :D. Aku bahkan punya list drakor yg bakal aku tonton ke depannya. Begitu 1 list udh selesai, ya dicoret. Masalahnya, makin lama liatnya jg makin panjang wkwkwkwk.

    Kalo sinetron , zaman dulu sih aku nonton, tapi makin ksini udh ga pengen. Mungkin alasan utamanya Krn episode yg dipanjang2in sampe cerita utamanya malah ilang. Tukang bubur naik haji, lah kok malah si tukang bubur udh ga ada , dan ceritanya jd beralih ke mana2. Kan sebel.

    Sinetron zaman dulu yg aku suka itu si manis jembatan Ancol pas dimainin Ama Diah Permatasari. Trus noktah merah perkawinan. Sinetronnya KD pas puasa itu aku juga sukaaa hahahaha. Intinya sinetron zaman dulu aku msh seneng.

    Kalo film indo, aku suka kok. Tp memang LBH milih yg lucu dan action. Film2nya Ernest aku suka semua. Cek toko sebelah fav banget. Kalo action the Raid juaraklah. Walo pusing liat darahnya hahahaha.

    Intinya, skr aku ga mau terlalu fanatik benci Ama sesuatu :p. Takut ntr kualat LG jd suka 😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ha ha ha, kayaknya memang benar-benar kualat kak Fanny.

      Kalau soal sinetron dengan pembaruan cerita, saya lebih prefer ke Preman Pensiun. Meski fokusnya pelan-pelan berganti, tapi masih satu payung yang sama. Eh, tapi Si Manis Jembatan Ancol sinetron? Saya taunya film aja.

      Delete
  11. Saya nggak suka drama Korea.. sungguh, mau dipaksa kayak gimanapun saya nggak suka. Hahahaha

    Cuma saya suka drama Jepang. Dulu hobi nonton kayak Tokyo Love Story dan sejenisnya.

    Mengenai stigma atau apapun, kalau saya memilih untuk melihat drama, atau film sekedar hiburan. Jadi, saya tidak mengharapkan mendapatkan sesuatu selain merasa terhibur.

    Sinetron seperti Suara Hati Istri itu memang kadang diluar logika, cuma daripada sibuk mencari kesalahan, saya lebih suka memanfaatkannya untuk nonton sambil ngobrol ringan sama istri. Isi cerita sih sudah bisa ditebak, tapi biarlah.. bukankah saya jadi punya waktu berduaan dengan istri?

    Film Barat juga banyak yang susah masuk logika kayak teh Avenger dan lain-lain sebenarnya kan film khayalan. Kenapa harus dipermasalahkan? Selama terhibur, ya nikmati saja.

    Film, drama, sinetron, akan selalu didramatisir karena tanpa itu maka daya tariknya tidak ada.

    Kecuali film dokumenter dan rekaman kejadian.

    Soal stigma, biasalah nyinyir nyinyiran kayak gitu mah.. hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngga suka juga tidak jadi masalah. Mungkin memang bukan selera mas Anton. Bang Yoga juga lebih senang dengan dorama ketimbang drakor.

      Sekalipun itu hiburan, seenggaknya kalau saya nonton eksekusinya bisa believable. Sekalipun itu drama, masih ada garis yang bisa kita tolerir sebagai 'dramatisasi'. Kalau dramatisasi yang dimaksud dengan membuat dialog yang berlebihan, saya bisa saja mengatakan itu lebay

      Delete
  12. Saya memang pada dasarnya suka nonton sih ya, tapi jujur kalau drama atau sesuatu yang bersambung itu hanya 1 yang saya suka, yaitu desperate housewife atau serial Hollywood.

    Menurut saya ceritanya nggak menye-menye.
    Kalau drakor, kadang diksinya gitu-gitu aja.

    Selalu kisah orang kaya dengan orang nggak punya, meski ada hal lain, tapi kebanyakan ya gitu.

    meskipun tetep juga saya tonton hahahaha.

    Ya gimana dong, emang suka nonton.
    Kalau saya punya banyak waktu, kayaknya semua film saya tonton deh, bbiar bisa bikin blog review film :D
    Atau review drakor :D
    Atau review sinetron (eh kalau sinetron ada yang mau baca nggak ya? :D)

    ReplyDelete
Terimakasih sudah membaca. Sila berkomentar terkait tulisan ini.