zsnr95ICNj2jnPcreqY9KBInEVewSAnK0XjnluSi

Kilas Balik Sebelum Pandemi

Sebelum pandemi dan dunia berjalan normal (maksud saya tanpa masker dan kecurigaan), ada beberapa hal yang saya lakukan. Jauh dari kata liburan, karena pada saat itu sedang masa-masa perkuliahan. Hal yang kami lakukan adalah tidak lain adalah ke kampus, belajar, nongkrong dan main. Sekalinya memutuskan untuk camping, itu jadi pengalaman pertama saya mendaki.

Pendakian Pertama

Seorang teman Blogger pernah bertanya, usia berapa saya mulai mendaki. Sebenarnya kegiatan mendaki baru beberapa kali saya lakukan. Pertama kali melakukannya saat tahun 2019, bersama teman-teman kuliah. Pendakian pertama yang saya lakukan adalah di Puncak Amarilis. Untuk pendakian pertama, Puncak Amarilis bisa dikatakan bersahabat.

Rutenya tidak jauh dan medannya tidak terjal. Hanya saja, ketika hujan memang mesti cukup berhati-hati dengan tanah yang dan bebatuan yang licin. Ketika sudah memasuki area hutan, cahaya bulan biasa sulit untuk tembus sehingga membutuhkan bantuan senter untuk menerangi medan.

Puncak Amarilis bisa dibilang merupakan tempat strategis untuk pendaki yang mau belajar. Perjalanan naik ke atas kurang lebih hanya 30 menitan. Ada sumber air dan beberapa area masih kondusif untuk digunakan camping. 

Saat itu, kami naik tanpa persiapan. Saya naik dengan celana panjang yang agak berat dan hanya menggunakan sendal. Jangankan tenda, membawa peralatan basic macam parang dan pisau saja tidak. Pendakian pertama itu memang penuh dengan ketidaksiapan. Tapi semuanya berjalan dengan baik-baik saja ketika senior dari kampus yang dikenal Arjun, teman saya, memberi kami tumpangan tempat tidur.

Kilas Balik Sebelum Pandemi
Pagi kami sempat foto-foto ketika Arjun bersama senior yang lain pergi ke air terjun. Karena sudah dengar cerita dari seorang teman, saya memilih untuk tinggal saja dengan yang lain, berfoto sebelum pulang. Rute untuk ke air terjun katanya cukup terjal, apalagi saat ingin kembali. Main aman adalah kunci untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 

Saya sebenarnya pernah menceritakan ini pada satu tulisan. Untuk lengkapnya bisa baca di sini.

Kartu Remi dan Malam Minggu

Beberapa bulan sebelum pandemi, itu adalah masa-masa yang menyenangkan kalau diingat lagi. Bisa ke kampus tanpa masker, belajar di ruang yang pengap, dan nongkrong sambil main kartu remi disela-sela mata kuliah.

Kami biasanya main kartu remi di gazeboo perpustakaan. Biasanya di sana aman dan tidak terlalu rame. Kami memanfaaatkan waktu-waktu kosong dengan bermain kartu remi. Sebenarnya, kami menyebutnya sampret atau kalau dalam bahasa sehari-hari adalah main tindis-tindis. 

Kilas Balik Sebelum Pandemi
Setiap angka dan jenis kartu punya hierarki. Tiga adalah angka yang paling rendah sementara kelor adalah jenis bunga kartu yang paling rendah. Sehingga biasanya, permaianan dibuka dari pemain yang mendapatkan tiga kelor. Tiga angka yang sama biasanya disebut tris, dan empat kartu yang sama disebut jendral.

Tris sendiri bisa turun jika pemain menurunkan kartu yang membuat semua pemain pas atau tidak bisa atau mau untuk turun. Tris juga bisa digandengkan dengan pengawal. Semisal kita punya tris 5 atau tiga kartu dengan angka 5, bisa kita gandengkan dengan pengawal 4 dan 3. Tidak boleh dibawah 5 karena derajatnya adalah pengawal.

Mungkin teman-teman yang pernah main sudah ngerti betapa serunya permainan ini. Apalagi kalau pemain yang kalah mendapat hukuman jongkok dan berdiri. Itu semacam adu ejek satu sama lain. Biasanya, selain keahlian pemain dalam melihat peluang, keberuntungan pada pembagian kartu juga sangat krusial.

Ada kalanya kita bisa dengan mudah menang ketika mendapat kartu dengan angka tinggi, dilengkapi dengan kartu Joker dan kartu jadi. Kalau sudah begini, saya biasanya membuat kartu tinggi teman-teman yang lain sia-sia. Ketika mereka turun kartu as atau 2, saya akan menurunkan Joker dengan harapan kartu jadi mereka tidak turun.

Tapi harap berhati-hati dalam menurunkan kartu Joker, karena biasanya pemain yang mendapatkan kartu jenderal atau empat kartu jadi bisa menangkap Joker sehingga permainan selesai dan orang yang ditangkap dinyatakan kalah.

Serunya main kartu remi, itu membuat kami terus menggunakannya untuk menghabiskan waktu. Termasuk pada saat malam minggu, saat kami kumpul di kosan teman kami untuk membuat acara kecil-kecilan. Kami mengumpulkan uang untuk membakar ikan, kemudian meamnggil teman-teman yang bisa datang. Malam itu, kami memiliki malam-malam menyenangkan sebelum pandemi.

Kilas Balik Sebelum Pandemi

PWG dan Kemah Literasi

Sejak SMP, saya sangat menyukai lagu-lagu Pee Wee Gaskins. Maka tak heran, jika saat ada info PWG akan manggung di kota saya, saya langsung mengajak teman-teman yang lain untuk nonton. Kebetulan mereka juga senang lagu-lagu PWG, termasuk beberapa teman saya yang memang lebih dulu tahu dan suka ketimbang saya.

Saat itu adalah masa kebimbangan ketika memilih antara rapat untuk persiapan kemah literasi dan nonton konser Pee Wee Gaskins. Karena sudah sangat lama menginginkan hal ini, akhirnya saya absen pada rapat untuk menonton konser PWG bersama teman-teman. 

Malam itu, Pee Wee Gaskins membawa lagu-lagu andalan mereka. Mulai dari lagu yang sendu macam Sebuah Rahasia atau lagu yang bikin kami lompat-lompat macam Dibalik Hari Esok atau lagu Salah milik Potret yang diarensemen.

Kilas Balik Sebelum PandemiSansan dan Dochi

Meski tidak dapat foto bersama, malam itu begitu senang nonton konser Pee Wee Gaskins. Bisa lompat-lompat bersama penonton yang lain. Bisa berdesak-desakan. Menyanyikan lagu dengan lirik yang sama dan banyak lagi.

Hari Sabtunya, saya menjemput Novin untuk ke Rumah Bunyi. Dari sana, kami bergerak ke titik kumpul Kemah Literasi yang terletak di daerah Bungkutoko. Malam itu, rencananya akan banyak semacam sharing-sharing dengan para pelaku seni.

Kilas Balik Sebelum Pandemi
Kemah Literasi itu banyak mengundang organisasi. Jadi kami banyak kenal dan tahu juga di sana. Saya kemudian baru tahu kalau ada pustaka-pustaka keliling. Sebuah kegiatan mulia untuk membuka lapak baca pada tempat yang ditentukan agar orang yang mampir bisa membaca buku yang mereka sediakan.

Kami semalam di sana sebelum paginya pulang. Karena begadang dan ngantuk, saya sempat ketiduran ketika yang lain sudah bangun dan bersiap-siap. Ketika malam identik dengan dingin, memang begitulah adanya. 


Tulisan ini adalah proyek dari ODOP 0.1 atau One Day One Post yang diadakan oleh teman-teman Blogger. Baca juga tulisan teman-teman yang lain tentang liburan atau hal yang mereka lakukan sebelum pandemi:

Related Posts

22 comments

  1. Terimakasih loh Kak Rahul sudah mengadakan event ODOP ini. Sangat-sangat melatih otakku ini, yang mostly suka mikir kalau sedang mood saja. Hahahha 🤣🤣🤣

    Bicara tentang kartu remi, Syifana sama sekali nggak paham dan nggak bisa mainnya gimana 🤣 Dulu masa SD pernah beli kartu poker gitu, eh sama nggak sih kaya remi, Kak? Pokoknya yang ada kartu joker-jokernya gitu, tapi kartunya bergambar princess disney 🤣 dan malah berakhir untuk uang-uangan 🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan ngomong gitulah, aku cuma menginisiasi. Antusiasme teman-teman yang patut diapresiasi.

      Poker beda sama Remi Syifana. Kalo kartu remi main tindis kartu dengan hierarki kartu dan jenisnya. Tapi kok kartunya Princess Disney? Baru dengar saya. Ha ha ha

      Delete
  2. Wah baru tau permainan itu. Aku taunya cap sah (mirip poker) tapi ini angka tertingginya adalah dua haha. Kalau di poker kan kartu As ya yang paling tinggi. Jaman aku SD, aku sudah kenal main kartu remi HAHAHA Favoritku main forty one (alias harus kumpulin kartu As, King, Queen, dan Jack). Kalau dijumlahkan, keempat kartu tersebut berjumlah 41. Kartu King, Queen, dan Jack itu masing-masing bernilai 10, sedangkan kartu As bernilai 11. Permainan ini wajib dimainkan berempat. Karena biar jumlahnya pas aja. Hehe

    Ngomong-ngomong, itu mendaki 30 menit cepet juga ya. Berapa kilo kira-kira dari bawah ke puncak? Aku seumur-umur ga pernah mendaki hehe. Pernah sih diajak mendaki gunung lewati lembah (lah jadi nyanyi), tapi aku ga mau. Aku lebih suka ke pantai soalnya 😆

    Hayooo ya malah bolos rapat demi nonton konser!!! Hahahaa

    BTW makasih loh sudah ngadain acara ODOP 0.1, jadi rajin nulis nih. Blognya ga bulukan. Hehe terus makasih juga di-tag di akhir pos segalaa 🥰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, capsa susun sebenarnya agak mirip dengan remi. Saya malah ngga gitu ngerti kalo main poker, seringnya main remi dan domino.

      Iya kak Frisca, dari bawah ke atas itu kurang lebih cuma 30 menit. Jarak pastinya ngga tau yah paling 2-3 KM ada tuh. Kalo ke pantai paling kalo liburan.

      Bukan bolos sih, lebih tepatnya ijin. Ijin yang ngga dikasih. Ha ha ha.

      Kak Frisca dan teman-teman yang keren. Saya mah cuma menginisiasi. Ha ha ha

      Delete
    2. Buset. 2-3km 30 menit? Aku kayanya jalan 1 km yang lurus-lurus tanpa mendaki gitu aja bisa 30 menit deh Rahul 😅
      Kamu cepet juga 30 menit mendakiii

      Sama saja itu bolos Rahul hahaha 🤣🤣🤣

      Delete
    3. Dari ijin jatohnya bolos yah? Ha ha ha.

      Yah kurang lebih segitu kak Frisca. Agak jauh juga, tapi durasinya ngga pakem karena itu hitungan kasar. Belum lagi jeda istirahat.

      Delete
    4. Karna ga diijinin tp tetep out, jadinya kan bolos 🤣🤣🤣

      Tapi kalo bener 30 menit daki. Menurutku itu hebat!! Cepet banget dan tentu butuh stamina kuaaat untuk mendaki gunung

      Delete
    5. Sebenarnya ijinnya juga lewat teman, jadi ngga tau diijinin atau tidak. Ha ha ha.

      Kalo jarang olahraga, setidaknya sempat jogging dulu biar ngga kaget

      Delete
  3. Thank you untuk ide ODOP-nya, mas 🥳🎉

    By the way, mendaki 30 menit masih terhitung jauh untuk saya. Terus kayaknya saya sudah pernah baca post soal Amarilis, ya kaaan ya dooong? *tanya sendiri jawab sendiri* Wk 🤣

    Bicara soal remi, saya tau nama kartu remi, tapi nggak pernah main remi, hihihi. Mainnya biasa yang jumputan itu lhooo, besar-besaran angka dan harus sama warnanya (tau nggak, mas?) 🙈 Sama QQ juga pernah, tapi sudah lupa, ingatnya harus bisa buat total 9 😂 Ampun dije, saya terakhir main kartu beginian sudah lamaaaa banget sampai lupa. Padahal di rumah ada kartu remi, tapi si kesayangan nggak paham permainannya 😅

    Well, baca tulisan mas Rahul, jadi bring back my old memories ketika sering have fun dengan handai taulan. Hehehehehe. Long last untuk pertemanannya, mas 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih juga kak Eno dan teman-teman sudah ikut meramaikan. Kalian keren!!

      Nah, yang kak Eno baca itu pendakian terbaru saya. Kalo yang saya tulis ini pendakian pertama saya. Ha ha ha.

      Saya masih sering main QQ tapi dihape. Soalnya kalo di dunia nyata ngga ada yang mau main. Soalnya ngga seru kalo ngga pake taruhan. Ha ha ha.

      Lagi fasenya banyak main kak Eno. Mudah-mudahan kalo sudah ada tanggung jawab lebih bisa tetap bisa main

      Delete
  4. Wow 30 menit.. saya kalau nemu puncak yg 30 menit perjalanan pasti senang banget Hul.. wkwkwk

    Jadi Remi itu nama salah satu dri game kartu remi yah?? Iyah nggk sih Hul..??. heheh. Saya mah ngertinya cuma cangkulan doank.. gede2an kartu.. udh itu tok..

    Wahh seru yah.. duhh, jadi kangen masa2 di Semarang... seru2an bareng kawan2 di tengah2 api unggun dan gelapnya malam..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, itu yang bikin saya senang mas Bayu. Selain rutenya dekat, medannya juga ngga gitu terjal.

      Saya ngga tau istilah kalo di tempat lain. Saya malah ngga tau apa itu cangkulan mas. Ha ha ha.

      Kalo masih bisa kumpul dan main mah dimanfaatkan. Kalo udah ada tanggung jawab lebih, nanti mainnya susah

      Delete
  5. Baca tulisan Rahul bikin kangen sama temen-temen sekolah. Liburan bareng temen jadi salah satu momen yang bikin rindu juga.

    omong-omong soal mendaki, mendaki 30 menit itu termasuk lama atau sebentar ya? kayaknya cukup lama ya, kira-kira itu berapa jauhnya Hul? Gimana rasanya pas udah nyampe diatas? langsung terbawa suasana kah karena bagusnya pemandangan? hahaha.

    Kemah literasi...kayaknya seru, ini acara dari organisasi kampus kah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Reka memangnya sudah ngga pernah kumpul lagi?

      Itu termasuk dekat kak, soalnya kan bukit. Kalo gunung mah bisa ada beberapa posko daking jauhnya. Kalo sudah sampe mah senangnya bukan main. Apalagi kalo tenda udah berdiri, terpal sudah digelar, dan api sudah menyala. Ha ha ha.

      Bukan kak Reka, itu acara eksternal kampus. Acaranya seru euy, jadi pengen lagi

      Delete
    2. Temen kampus masih, tapi sekarang udah susah banget untuk cari waktu janjian ketemuan dan ngobrol lama. Yah prioritas waktu mereka juga udah terbagi-bagi, dan kebanyakan udah pada nikah dan punya Anak. Agak susah juga kalo mau ketemuan, udah gitu sekarang si corona ini masih hadir. Tapi alhamdulillah komunikasi masih berjalan hehee.

      Delete
    3. Nah, makanya sekarang lagi mengoptimalkan waktu main kak Reka. Biar pas sudah punya prioritas dan tanggung jawab lain, banyak yang sudah bisa dikenang

      Delete
  6. Rahuul makasih udah mencetuskan ide ODOP ini, hihihi biar terlatih nulis tiap hari niih...

    Seru baca cerita-ceritanya Rahul, walaupun perjalanan/liburannya singkat tapi pasti membekas sekali yaa... Pendakian 30 menit itu mungkin kedengeran singkat yaa tapi buatku kayaknya berat juga hahaha.

    Aku ga pernah hapal aturan main kartu remi lhoo, jadi kalau diajakin main selalu milih ga ikutan dulu satu putaran untuk merhatiin cara mainnya hahaha. Soalnya kartu remi ini permainannya ada macam-macam kan yaa, ada yang cangkulan juga kalau ga salah namanya.

    Ngakak pas milih antara nonton konser atau rapat, ya nonton konser laaah kapan lagi 😂😂 Untungnya ga dimarahi yaa Hul? Btw Kemah Literasi sepertinya seru, apalagi ada acara nyalain api unggun segala. Liburan sekalian dapat wawasan 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih juga sudah mau ikut dan meramaikan kak Eya. Jadi rame dan menyenangkan.

      Sekalipun cuma 30 menit tapi memang cukup bikin saya ngos-ngosan juga. Sebelum naik, memang mesti peregangan dulu kayaknya. Ha ha ha.

      Beberapa teman saya juga begini, absen main dulu sekali untuk liat cara maennya. Kalo sudah ngerti dan paham, baru coba main. Lucu juga.

      Kalo soal rapat, dilematisnya cuma nunjukin wajah saja. Soalnya yang bertanggung jawab kan sudah ada. Jadi kalo ngga hadir sebenarnya juga tidak pengaruh. Cuma masalah beban moral saja. Ha ha ha

      Delete
  7. Baru kali ini aku dengar orang pergi mendaki hanya berbekal apa yang ada di tubuhnya aja wkwkwk benar-benar seperti spontanitas ya kegiatan mendakinya 🤣. Meskipun durasi pendakian hanya 30 menit tapi kalau mendakinya pakai sendal jepit, rasanya pasti nggak nyaman dan jalannya jadi agak sulit, iya nggak? 😂

    Btw, kalau udah main kartu emang seru banget dan suka lupa waktu 🤣. Aku sendiri nggak bisa main yang aneh-aneh karena sering lupa mulu aturannya seperti apa 😂. Paling bisanya main yang basic kayak tepuk nyamuk. Kalau habis main tepuk nyamuk, tangan pasti habis deh jadi merah-merah 🤣

    Ngomongin PWG, aku jadi ingat waktu aku SMA atau kuliah, ada masanya PWG ini hitz banget hahaha. Kalau sekarang malah aku udah jarang dengar tentang PWG. Apa mereka masih aktif di dunia permusikan, Hul? Atau aku aja yang mainnya kurang jauh yak? 😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, anehnya saya tidak pernah mendaki pake sepatu. Seringnya pake sendal saja. Mungkin kalo rute dan medannta lebih ekstrem dari ini, baru ada niat pake sepatu. Kalo cuma Amarilis mah aman. Ha ha ha.

      Tepuk nyamuk itu apa kak Lia? Baru dengar. Saya juga mainnya ngga aneh, paling kalo ngga kartu remi yah domino. Basic-basic aja. Ha ha ha.

      Sekarang PWG masih ada, hanya tidak seaktif dulu. Saya juga ngga gitu ngikutin lagi. Terakhir yang saya tau pas mereka rilis single "Ikut Aku ke Bulan"

      Delete
  8. Indahnya masa-masa kuliah, mendaki ayo, main kartu ayo. Temen-temen senasib seperkuliahan juga masih buanyak banget. xD malah curhat.

    Teman-teman SMA-ku dulu pada gandrung PWG mas Rahul, aku juga ikutan tapi cuma suka satu lagunya yang aku gatau judulnya pokoknya liriknya ada yang begini "...jantung ini berhenti berdetak sampai kau di sini, kembali...putar waktu kembali..." xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mendaki sambil main kartu, ayo juga. Ha ha ha.

      Ada masanya waktu itu PWG memang sangat hits dikalangan remaja. Jadi bukan hal baru kalo teman kak Endah juga tau dan suka. Kalo dari liriknya, itu judul Dibalik Hari Esok kak Endah. Lagunya memang keren. Jadi salah satu lagu ikoniknya PWG

      Delete
Terimakasih sudah membaca. Sila berkomentar terkait tulisan ini.