Bisa dibilang, kami hidup berdampingan dengan hewan domestik. Kami punya banyak jenis hewan peliharaan. Mulai dari ayam, bebek, ikan, burung, kucing, sampai kelinci. Setiap orang punya jenis favoritnya. Misalnya Bapak yang senang memelihara ayam. Meski tidak sesering dulu, bapak adalah pecinta ayam. Ia merawat ayam sebagaimana hewan peliharaan lain, diberi makan, diberi imun. Maka tak heran jika Mama yang pecinta bunga, sering bertengkar akibat ayam Bapak yang merusak bunga Mama.
Karena punya banyak hewan peliharaan, saya jadi tertarik untuk membahas cerita-cerita dibalik tiap hewan peliharaan yang sempat dan masih ada di rumah. Kalau diambil dari versi saya, kurang lebih akan mengacu pada hasil pengamatan dan ingatan saya. Mudah-mudahan tidak terlalu melenceng dari apa yang terjadi. Ingatan saya tak sebaik Sherlock.
Ayam-Ayam Bapak
Sejak Sekolah Dasar, saya sangat ingat kalau Bapak cukup aktif memelihara ayam. Sebagai hobi, ia banyak mengeluarkan uang untuk ayam. Contoh paling kecilnya, pakan. Ayam itu makannya banyak. Makanannya juga mahal, biji jagung untuk ayam dewasa, jagung giling untuk anak ayam. Sehingga yang dilakukan adalah, untuk pakan anak ayam biasanya dicampur dengan nasi agar tak terlalu boros.
Biasanya, sepulang dari sekolah bapak sudah duduk sambil menggendong ayam dipangkuannya, kemudian memegang kepala ayam agar gampang memasukkan obat ke mulut ayam. Biasanya itu untuk ayam yang mulai sakit-sakitan. Dalam kandang, ada berbagai macam obat ayam yang tidak saya tahu kegunaannya.
Masa-masa Bapak keranjingan memelihara ayam, setiap sore Bapak selalu siap sedia untuk menangkap ayam untuk dimasukkan ke kandangnya. Di depan rumah, ada sebuah pohon ketapang yang sekarang sudah ditebang. Itu dulu, tempat beberapa ayam untuk bertengger dan tidur. Sempat ada masa pencurian ayam. Beberapa ayam kami dicuri dan pelakunya tidak diketahui. Beberapa tahun berlalu, seorang teman bercerita bahwa ia adalah salah satu dari beberapa yang pernah mencuri ayam kami untuk dibakar. Saya sih cuma ketawa-ketawa saja.
Masa transisi dari Bapak ke Tante saya dimulai dari fokusnya Mama memelihara bunga. Memelihara ayam dan bunga adalah kombinasi yang salah. Karena mulai keranjingan memelihara bunga, Bapak mengalah untuk memelihara ayam. Eh, tapi dilanjutkan oleh Tante saya yang mulai senang pelihara ayam. Meski begitu, tak ada yang bisa mengalahkan kecintaan Bapak saya terhadap ayam.
Bapak saya membuat ayam serasa anak sendiri. Ada pakan, ada obat, ada kasih sayang. Kalau Tante saya, hanya sebatas pakan dan kasih sayang yang juga dibagi lagi oleh beberapa kesibukan. Sehingga, ayam kadang dibiarkan begitu saja atau dikurung agar tak kemana-mana.
Akuarium dan Isinya
Sepertinya sejak SMP, ketika sebuah akuarium tersebut nangkring disudut rumah. Diisi oleh berliter-liter air untuk kemudian dihuni oleh berbagai macam jenis ikan hias yang dibeli oleh Bapak dan Mama. Karena mulai tidak memelihara ayam, Bapak akhirnya mulai mencintai ikan hias. Karena lucu dan gampang diurus, Mama juga ikut andil didalamnya.
Setiap keluar bersama, pulangnya pasti membawa satu bungkus plastik yang diisi oleh beberapa ikan hias. Saat perilisan awal ke akuarium, kami semua dipanggil untuk menyaksikan. Seperti sebuah perayaan anggota keluarga baru. Meski begitu, tak lupa setiap itu pula Mama membawa pulang beberapa bunga maupun pot. Sehingga, daripada mirip tempat tinggal, rumah saat ini sudah lebih mirip cagar alam.
Beberapa waktu lalu, Bapak membeli beberapa lobster kecil untuk akuarium. Tidak berlangsung lama, beberapa lobster memakan ikan-ikan di akuarium dan beberapa ada yang mati. Sehingga, lobster akhirnya dipindahkan ke bak mandi sementara jumlah ikan akuarium yang tersisa tinggal dua ekor. Padahal dulu, bisa dibilang sudah membentuk satu perangkat desa.
Sedikit Cerita Tentang Nuri
Saya mau sedikit cerita tentang Nuri, burung yang kami pelihara hampir tujuh tahun lamanya. Tahun 2019, ia mati dalam kondisi sedang sakit-sakitnya. Nuri diadopsi saat Adik no. 3 saya aqiqah. Waktu itu, Nuri dilihat oleh Tante saya berada diatas pohon. Iseng coba mengambil, ternyata Nuri belum terlalu lincah untuk terbang saat itu. Akhirnya Nuri dipelihara.
Nuri sempat melewati beberapa fase. Fase pertama saat ia dikurung. Waktu itu, kami masih takut Nuri akan terbang dan pergi. Jadi, kami tempatkan ia di sebuah kandang. Setelah itu, kami lepas Nuri dengan rantai dikakinya. Kemudian perlahan kami lepas. Seperti anggota keluarga, ia sering berjalan sendiri jika di rumah. Kalau malam, ia di tempatkan di toilet. Kadang kalau toilet tidak dikunci, ia berjalan kesana kemari.
Saya masih ingat ketika sedang sikat gigi malam, Nursi selalu nyaut dan berkicau. Kadang kalau lagi marah, bulu diatas kepalanya naik. Seringkali saya menjahili teman yang datang. Saya katakan, Nuri adalah burung yang jinak. Ia memang jinak pada orang tertentu. Tapi kalau dengan orang asing, apalagi disentuh dengan mendadak ia kadang mematok tangan orang.
Kelinci Adik
Entah dapat ide darimana, Adik saya yang paling kecil sedang senang-senangnya sama kelinci. Seperti biasa, untuk membawa sesuatu ke rumah, harus melewati proses ijin dari Mama. Kalau sudah mendapat lampu hijau, baru bisa bergerak. Pada saat itu, mungkin karena rengekan, Mama akhirnya luluh dan membiarkan Adik memelihara kelinci.
Seperti adik sendiri, Ia memberi pakan wortel atau sisa sayuran hampir setiap saat. Maka tak heran, jika kelinci tersebut tak pernah lapar. Karena tak punya kandang, kelinci harus nebeng di kandang burung. Karena jika tidak, ia bisa liar dan lari ke mana-mana. Ingatan saya sudah mulai memudar untuk kelinci ini. Tapi seingat saya, dulu memang sedang marak memelihara kelinci sesudahnya.
Setiap kelurahan, pasti ada satu-dua orang yang mempunyai kelinci. Saya hanya ingi tahu, siapa orang yang mempopulerkan budaya itu sampai ke sini. Sehingga, Adik saya lebih memilih memelihara kelinci ketimbang keong warna-warni. Ohya, tapi bicara hewan warna-warni, Adik saya juga pernah memelihara ayam warna-warni. Semacam anak ayam yang diwarnai. Semakin besar, warnanya semakin memudar. Seiring warna memudar, tingkat kelucuannnya semakin berkurang dan berakhir di meja makan.
Menerima Kucing
Sudah lama kami ingin memelihara kucing, tapi saya Mama belum mendapat ijin. Katanya, bulunya bikin bersin-bersin atau sesimpel alasan bisa buang kotoran di sembarang tempat. Tapi memang benar, Tuhan itu maha membolak-balikkan hati manusia. Tak ada angin, tak ada hujan. Mama saya akhirnya memberi lampu hijau untuk memelihara kucing.
Datanglah kucing pertama, Fiko, kucing dengan bulu hitam putih. Diantara beberapa teman seangkatannya, ia jadi kucing yang pertumbuhannya paling lambat. Terlihat dari pertumbuhan badannya yang segitu-segitu saja, sementara kucing seusianya sudah besar dan gembul-gembul.
Sayangnya, Fiko mati pada 9 Mei kemarin. Salah satu momen yang cukup menyedihkan untuk keluarga. Sebab Fiko, sudah menjadi bagian dari kami. Ia diperlakukan sebagai anak keempat oleh Mama dan Bapak. Diperlakukan sebagai keponakan oleh Tante, dan diperlakukan sebagai adik oleh saya dan adik-adik saya.
Keesokan harinya, datanglah Fiki, kucing pengganti Fiko. Ia diadopsi dari salah seorang kenalan Tante yang bekerja sebagai kuli jahit di rumahnya sendiri. Kami merawatnya sampai saat ini, dengan pertumbuhan yang juga cukup lambat. Awal Oktober kira-kira, datanglah kucing baru yang diberi nama Ciko. Silahkan tertawa atas ketidak-kreatifan keluarga saya dalam memberi nama.
Dua Bebek Pemalu
Beberapa waktu saat kandang ayam baru saja kami angkat karena penyanggah antara selokan rapuh, dua ekor bebek muncul secara tiba-tiba. Jatuhnya tidak tiba-tiba sih, sayanya saja yang telat tahu. Penjelasan Tante saya, dua bebek itu dierami oleh ayam yang baru saja mengerami telur ayam lain. Awalnya juga saya tidak percaya, tapi mimiknya terlampau serius untuk hal sebecanda itu.
Meski tidak punya nama, dua bebek itu cukup sering saya kunjungi. Tanpa panggilan, tapi hanya memberi pakan dan melihat dua ekor bebek itu melahap makanan. Satisfying sekali. Berbeda dengan ayam, badan bebek lebih empuk saat dipegang. Ini mungkin alasan deskripsi kak Nita saat memakan bebek goreng, rasanya empuk.
Meski sudah beberapa kali memberi makan, dua bebek itu masih sangat malu-malu. Atau mungkin bisa saya katakan takut. Dari kandang, bebek itu transmigrasi ke kamar mandi luar. Di sana, dua bebek itu dilepas begitu saja. Dengan seember air dan tanjakan agar dua bebek itu gampang untuk menyebur. Ohya, ini cerita yang mungkin ditunggu kak Eno. Ha ha ha.
Memelihara hewan domestik itu susah-susah-gampang. Tergantung hewan dan jenis apa. Tidak ada yang lebih mudah, tapi tidak ada juga yang lebih susah. Kalau mau memelihara hewan, pastikan punya effort dan waktu lebih. Tidak semudah hanya memberi makan dan memberi minum. Itu lebih mirip beternak hewan.
Sebisa mungkin, saya mengajak mereka main untuk bisa akrab. Tidak sulit, dan itu melahirkan perasaan yang menyenangkan. Melihat kucing kecil itu mengeong sampai ia bisa tumbuh menjadi kucing yang bisa lari kesana-kemari. Semacam simulasi jadi bapak-bapak muda. Ha ha ha.
--
Ohya, saya juga tidak ngerti bagaimana ini bisa terjadi. Tapi pada tanggal yang sama, 5 November 2020, secara tidak sengaja saya merilis tulisan dengan tema yang sama dengan kak Lia. Saya mengusul ini jadi kolaborasi batin. Bahwa pada akhirnya saya sering main ke tempat kak Lia, mungkin itu bentuk sinergi alam bawah sadar kami.
Untuk yang mau baca tulisan kak Lia atau sekalian mau konsultasi nama hewan, silahkan klik tautan berikut; The Pets.
yaampun kamu dulu pelihara nuri juga rupanya..
ReplyDeleteaku jadi keinget nuri yang dulu dipelihara sama mama dan bapak. kalau dari usia, mungkin bisa disetarakan sama kakek-nenek untuk umur manusia.
dia udah bareng kami waktu aku SD. kayaknya beberapa tahun lalu, aku lupa pastinya, dia kabur entah kemana :(
Wah, ternyata usia Nuri bisa sampai segitu yah? Saya kira Nuri mati karena memang sudah tua
Deleteiiiih ikan koki gembulnya pengen wkwk
ReplyDeletePengen apa? Tidak untuk dimakan lho
DeleteRahul, postingan kita kayak janjian 🤣 aku kaget pas lihat postingan ini karena pembahasannya mirip sama apa yang baru aku posting juga 🤣
ReplyDeletePerpaduan lobster dan ikan hias dalam 1 aquarium itu sungguh perpaduan yang salah 🤣. Pasti ikannya habis karena kalah bertarung sama lobster 🤣
Oiya, aku ingat waktu jaman ayam warna-warni tapi nggak pernah pelihara karena mamaku takut ayam 🤣. Jadi hanya pinjam punya teman yang baru beli. mitosnya warna-warninya akan pudar ketika dewasa, tapi kenapa aku bilang mitos? Karena kepunyaan teman-temanku nggak ada yang pernah sampai dewasa umurnya 😂
Kalau keong warna-warni aku malah baru dengar. Ada ya? 🤣.
Anyway, kalau ingin memberi nama hewan peliharaan, boleh tanya ke aku. Aku cukup ahli mencari nama aneh-aneh untuk hewan 🤣
Iya, saya juga baru sadar pas main ke blognya kak Lia. Seperti janjian, tapi tidak. Saya nyebutnya, kolaborasi batin 😅
DeleteIya, orang rumah baru tau setelah lihat sendiri. Padahal, memang terlihat tak bersahabat.
Iya, soalnya kan warnanya bukan dari pigmen ayamnya, tapi hanya dicat sama abang-abangnya. Jadi semakin dewasa, pasti semakin luntur. Dan kalau dapat makanan yang cukup, ayam warna ini bisa sangat besar dan gemuk. Mungkin tidak ada dijaman kak Lia, coba disearch di google dengan kata kunci "keong warna". Pasti ketemu karena memang itu salah satu produk jaman.
Ha ha ha. Iya boleh juga. Soalnya orang rumah sangat tidak kreatif dalam memberi nama 😅
Hahahah benar juga! Kolaborasi batin 🤣. Gimana kalau aku masukkan link post Rahul ini di post aku? Dijadikan kolaborasi tidak langsung 🤭.
DeleteTernyata bisa tumbuh besar ya, soalnya banyak mitos beredar dan banyak yang bilang ayam warna-warni ini daya tahan tubuhnya lemah jadi cepat mati tapi nyatanya nggak ya.
Anyway, tadi aku udah lihat keong warna-warni di Google dan ternyata lebih menarik karena beberapa ada yang sampai dilukis, menarik sekali 😍
Hahaha nanti info ke aku aja kalau ada hewan yang ingin diberi nama ya 😉
Ha ha ha, boleh. Nanti saya masukkan link pos kak Lia juga. Mumpung masih hangat 😅
DeleteIya, tergantung sih. Kadang ada masanya ungga semua daya tahan tubuhnya menurun. Pernah sekali waktu, ayam Bapak mati semua. Kalo masalah keong, itu memang konsepnya sepeti itu. Dilukis cangkangnya.
Baru saja nih, tante saya dapat anak burung lagi tadi siang. Burung kutilang, katanya. Belum ada nama. Kalo kak Lia berkenan, mungkin bisa dicarikan nama. Nanti saya kasih ke Tante untuk pertimbangan 😁
Aku udah up link Rahul di tulisanku~ terima kasih karena udah mengizinkan terjadinya kolaborasi batin ini 🙈
DeleteAyam itu paling kompak deh. Kalau 1 udah sakit, sekawanan bisa sakit dan mati bersama. Antara kompak sama rentan, beda tipis 😂
Waw, akan menjadi pengalaman pertama buatku untuk menamakan seekor burung 😍
Nama pertama yang terlintas dipikiranku adalah Rio. Mengingat animasi Rio tentang burung biru yang langka 🤭. Semoga tidak ada saudara/teman yang bernama Rio sehingga nama Rio bisa dipakai 🤣
Ha ha ha. Siap kak Lia. Ini pengalaman kolab yang unik sekali 😅
DeleteSeingat saya tidak ada nama Rio dalam keluarga. Kalau teman kecil, ada. Tapi tidak begitu masalah. Besok saya coba sarankan. Namanya juga mudah dan gampang dilafalkan 😁
Hahaha unik juga untukku 🤣. Semoga nanti kita bisa mengadakan collab yang proper ya 🤭
DeleteKalau gitu aman untuk menggunakan nama Rio 🤣. Semoga aja burungnya berjenis kelamin laki-laki ya 🤣
Iya kak Lia. Semoga ada kesempatan biar lebih proper 😁
DeleteSepertinya aman-aman saja. Tinggal negosiasi 😅
bentar aku numpang ngikik dulu hul
ReplyDeletesejujurnya aku kalau nyentuh bebek idup justru belom pernah hul, ternyata bebek idup empuk ya hahahhahahaha
aku mah nyentuhnya pas uda digoreng aja dan itu pasti uda dipresto sehingga teksturnya empuk wkwkkwkw
baca cerita tentang pet atau peliharaaan gini entah kenapa aku banuak senyumnya Hul, seakan ada pola yang sama yaitu bagian bapak yang hobi dengan peliharaan dan ibu yang berseberangan karena memilih bunga juga tanaman hias yang jadi kontradiksinya. Ini sih keluargaku juga. Bapak hobi kucing. Ibu ngomel karena kucing pada menguasai kasur di ruang teve tapi pas di posisi tengah-tengahnya.. ckckckckck..
eh ngomongin ayam, di sana ternyata empannya biji jagung hibrida ya hul, yang oranye itu loh
kalau tempatku bekatul atawa dedeg hul jadi agak murah, tapi sebalnya kadang ada ulatnya serem...ulatnya warna merah huhu
eh itu kok lucu sih hul lobsternya ga jadi ditaruh di akuarium tapi malah di bak mandi ya hul, saingan ama nuri dong ntar hahaha
e kalau yang warna warni anak ayam sih aku tau tapi klo yang keong kok aku baru dengar ya...
dari cerita rahul n family, aku jadi tahu ternyata rahul tinggal sama tante ya hihi..seruuuu
Iya, makanya agak kontradiksi sama yang kak Nita cerita waktu itu. Saya pegang kok badannya empuk ketimbang ayam.
DeleteHa ha ha, kadang kalo lagi bertengkar masalah teritori kekuasaan itu lucu juga. Mama dengan bunganya, Bapak dengan Ayamnya. Jalan tengahnya, ayam dipelihara sama Tante dengan cara yang lebih disiplin. Jadi jarang merusak bunga.
Saya juga tidak tahu namanya, tapi deskripsi kak Nita tepat sekali. Saya baru tahu jenis pakan itu. Mungkin main saya yang kurang jauh 😅
Beda tempat kak Nita. Kamar mandi ada dua, yang ada bak mandi ada di luar rumah, sedangkan yang didalam sumber airnya dari tower di atas rumah. Yang Nuri ditaroh yang di dalam rumah, sedangkan lobster di taroh yang bagian luar. Lagipula, eranya juga sudah beda. Nuri lebih dulu mati sebelum lobster datang.
Saya tinggal diatap Orangtua, bersama Tante dan adik-adik saya kak Nita 😁
Ini sih bukan keluarga kamu yang memelihara, keluarga kamu yang dipelihara ini mah. Hahaha. Banyak banget dah. Btw, dulu waktu masih sekolah juga sering tuh "maling" ayam di peternakan milik ortu temen. Kenapa saya bilang "maling", karena anak si pemilik selalu ikut. Geblek banget kan. Haha
ReplyDeleteHa ha ha, majikannya jadi budak yah 😅
DeleteItu masih mending, kalo ketahuan ada anak pemilik yang bisa dijadikan tameng 😁
Hebaaaat bisa bikin nurinya jadi jinaaaak :D. Banyak jugaaaa ya mas peliharaannya... Keluargamu bener2 pecinta hewan berarti. Enaaak tuh, Krn buatku hewan juga ga semata peliharaan, tapi udh kayak anggota kluarga sendiri. Sayangnya keluargaku ga suka pelihara binatang, cuma ngizinin aku pliara kucing pas msh sekolah. Tapi dgn syarat ga boleh masuk rumah, jd cm sampe garasi. Sedihnya pernah mereka dibuang Ama mama Krn makin banyak.
ReplyDeleteItu serius bikin aku trauma dan nangis Mulu awal2. Sempet ga pengen lagi pelihara binatang Krn takut kehilangan.
Bener mas, pliara binatang itu hrs komit, mau menjaga , mau ngajakin main. Mereka juga ngerti kok kalo disayang. Malah kdg aku ajakin bicara juga. Binatang itu buatku bisa nenangin hati. Ngeliat tingkah lucu mereka lgs adem aja.
Iya, mungkin karena biasa lihat muka-muka yang sering kasih makan 😅
DeleteSaya jadi ingat cerita keluarga teman. Melihara kucing juga, tapi ngga boleh masuk rumah. Jadi kucingnya cuma di halaman dan di garasi.
Selain lucu dan menyenangkan, kita juga bisa bangun relasi yang baik. Mereka jadi ngerti kalo dipanggil, mereka jadi tau cara pasang muka memelas kalo mau makan 😅
Saya hampir berpikir ini beneran postingan kolaborasi dengan Lia, karena tulisan kalian muncul atas bawah di kolom reading list. Eh ternyata memang kolaborasi batin ya wkwkwk
ReplyDeleteFiko si kucing mengingatkan saya pada peliharaan anjing di rumah yang udah meninggal tahun 2017 kemarin, namanya Fika (namanya cuma beda di ujung ya hahaha). Baru aja kemarin cerita tentang Fika di postingannya Lia. Sama kayak Fiko, Fika pun dianggap anak keempat oleh mama, bahkan namanya pun ditambahkan embel-embel marga papa, tentu aja papa protes wkwkwk rasanya memang sedihh kehilangan hewan peliharaan yang disayang, seperti kehilangan anggota keluarga ):
Sekarang ini di rumah hanya ada peliharaan ikan koki kepunyaan suami. Sejak 2018 mereka datang ke rumah, ada yang mati satu per satu, tapi yang bertahan hidup sampai sekarang juga ada. Suami sayang banget sama ikan-ikannya sampai diberi nama. Kadang kami suka ngobrol di depan aquarium sambil ngomongin si ikan-ikan. Menurut suami, pelihara ikan pun juga butuh komitmen sih. Memang nggak seribet pelihara hewan berkaki empat. Tapi kalau mau ikannya sehat, yaa harus diperhatikan semua-muanya. Mulai dari filter, makanannya, aquariumnya harus rajin dikuras dan sebagainya.
Btw, saya baru tahu pelihara ayam itu cost-nya lumayan tinggi yaa. Itu dipelihara cuma memang disayang-sayang aja, Mas Rahul? Saya kira diternak gitu XD
Jam rilisnya juga seperinya hampir berbarengan, padahal tidak janjian sama sekali 😁
DeleteSaya sempat baca cerita kak Jane. Sedih juga Si Fika, apalagi kak Jane dan keluarga. Saya tahu perasaan itu karena pernah juga ada disana.
Semua hewan peliharaan memang butuh lebih dari sekadar makan dan minum. Mesti paham konsekuensi kalau kita harus kesulitan mengajari dia untuk tidak melanggar aturan.
Ternak definisinya kan hewan peranakkan. Memang ayam di rumah agak banyak, tapi jarang diperjualbelikan. Paling untuk dimakan sendiri 😁
BUANYAAAK BANGETTT peliharaannya mas, hahaha, jadi mirip kebun binatang yah, pasti seru deh itu lihat para binatang peliharaan di rumah :)) Mengingatkan saya pada rumah simbah, yang berisi ayam, bebek, sapi, kambing sampai lele pun ada :"D
ReplyDeleteEniho, berhubung saya pelihara ikan, saya jadi tertarik lihat foto-foto ikan di atas, lucuk bangettt warnanya. Yang kuning itu apakah Gold fish, mas? Atau apa ya? Cakeeep hehehehehe. Oh dan lobster yang ditaruh di bak kamar mandi mengingatkan saya pada simbah juga hahaha. Di kamar mandi rumah simbah ada bak yang khusus ditaruh ikan-ikan kecil katanya buat makan jentik :)))))
Lebih mirip cagar alam dengan bantuan bunga-bungaan Mama 😅
DeleteKalo sapi dan kambing, di sini cuma ada pas hari raya Kurban. Soalnya daerahnya sudah termasuk perkotaan. Kalo lele, di samping rumah Om saya yang pelihara 😅
Saya sebenaenya ngga gitu ngerti nama-nama ikan hias. Yang ngerti itu Mama sama Bapak. Mereka yang selalu beli ikan
Melihara nuri, kelihatannya lucu juga ya. Apalagi ternyata nuri termasuk hewan jinak ya Rahul. Satu2nya yang pernah dipelihara dalam rumahku hanyalah ikan dalam fish bowl, itupun punya anak lanangku hehe....btw salam kenal ya Rahul :)
ReplyDeleteIya, lucu kak Imel. Sayapun dulu senang main sama Nuri.
DeleteSalam kenal juga kak Imel 😁
Waawww di rumah kalian melihara macem-macem hewan yaaa. Hebat!!
ReplyDeleteDulu papa aku cuma melihara burung perkutut dan ikan. Dulu sampai bikin beberapa kandang untuk naroh burung perkutut nya. Sekarang sisa beberapa ekor aja.
Aku juga pernah punya kelinci, ada 14 ekor tapi ada yg mati dan sisanya di kasih orang.
Btw maaf aku ketawa pas bagian Mas Rahul nulis rumahnya di sebut cagar alam 😂 tapi keren kalian bisa merawat itu semua karena jenisnya super beda-beda.
Itu mah namanya jualan kelinci kak Devina 😅
Delete14 itu kalo beranak pinak peluang berkembang biaknya akan lebih besar.
Ha ha ha, iya kak Devina. Tidak masalah. Malah jadi hal yang memang lucu untuk diketawakan
Wah,, rumahnya rame banget sama binatang-binatang. Aku juga punya banyak kucing yang awalnya datang sendiri,, terus kami pelihara. Sampe sekarang udah beranak, bercucu, bercicit. Haha.
ReplyDeleteBtw, kalo pelihara ayam, kalian makan ayamnya juga? Kalo aku kok nggak tega.
Sampai bercucu saja belum pernah, apalagi bercicit. Itu kawinnya sama kucing apa kak Dini?
DeleteHa ha ha, tetap dimakan. Kecuali kalo mau dijual dan harganya cocok
Mas Rahul rumahnya rame banget pastiii ada berbagai macam binatang peliharaan doong keren banget!
ReplyDeleteNgakak banget di bagian ayam warna-warni, makin besar warnanya hilang dan kelucuannya memudar terus berakhir di meja makan wooyy 😂😂 btw Bapak saya juga sama kayak bapaknya Mas Rahul, suka pelihara ayam... disayaaaang banget ayam-ayamnya, kalau ada yang mati atau ga pulang, pasti muka bapak langsung sedih ☹️
Salah dua peliharaan Bapak-Bapak memang cuma burung dan ayam. Ha ha ha
DeleteHahahahaha, ngabsen! :D
ReplyDeleteSaya jadi kangen ortu deh baca ini, mama saya juga dulu pelihara ayam dan bebek.
Tapi cuman ayam yang menghiburnya, soalnya ayamnya berkembang biak terus, sementara bebek, udahlah makannya banyak, nggak bertelur pula hahahaha
Kalau meong, mama saya malas urusnya katanya :D
Apalagi burung, duh nyari kerjaan aja kata mama saya :D
Tapi beternak kayaknya cita-cita masa tua yang menarik selain berkebun 😁
Delete