Di
suatu malam yang dingin setelah Gino menghabiskan susu panasnya, terjadi
percakapan sengit antara para buku.
Buku
Sabtu Bersama Bapak-nya Aditya Mulya mengarahkan pandangan tajam,”Walaupun kamu
yang baru ia baca, tapi kan kamu buku dari luar!”
Lalu
beberapa buku luar berbalik pelan kearah buku Sabtu Bersama Bapak. “Ngga bisa
gitu dong, kami-kami juga ini di beli dan di baca. Bukan berarti buku dari luar
kayak kami ini bisa dianggap remeh.” Kata buku My Name is Red-nya Orhan Pamuk.
Buku
Sabtu Bersama Bapak lalu tertunduk. Dia lalu memberi kode “minta bantuan” ke
buku-buku terbitan penulis Indonesia. Buku Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata
menengadahi,”Walaupun kita berbeda, tapi kita tetap satu.. buku.”
“Saya
setuju dengan perkataan Anda.” Kata buku Marmut Merah Jambu-nya Raditya
Dika,”Kita sebagai buku seharusnya bisa tahu tugas kita, yaitu untuk dibaca.”
“Iya,
bukannya bilang buku luar ngga penting.” kata buku Paper Towns sinis.
“Hei,
Paper Towns, ngga ada yang bilang buku luar ngga penting. Buku luar itu bagus,
setelah belum adanya buku menye-menye kayak kamu.” Umpat buku Sabtu Bersama
Bapak.
“Wah,
wah, ngga bisa gitu dong. Buku Paper Towns menye-menye. Gue gimana?” kata buku
Marmut Merah Jambu,”Gue dengan kata super gaul dan tema cinta merasa
tersinggung.”
“Sudah
semua, kita semua sama saja. Genre adalah pilihan pencipta kita. Kita semua
lahir dari satu tempat, yaitu ide. Genre adalah pilihan yang pencipta kita
berikan agar kita bisa terlihat baik.” Kata buku War and Peace-nya Leo Tolstoy.
Lalu
bunyi pintu yang terbuka terdengar, itu adalah Gino ketika dia masuk dan
mengambil buku Fight Club-nya Chuck Palahniuk. Lalu dengan pintu menciptakan
bayangan menghilang, Gino kembali ke tempat ia tidur.
Buku
Sabtu Bersama Bapak lalu meminta maaf atas semua perkataannya. Ia lalu sadar,
semua buku itu sama. Mau akan dibaca pertama atau terakhir, mau fiksi atau
non-fiksi, mau comedy atau adventure. Semuanya sama. Kita diciptakan berbeda
agar orang yang membaca kita tidak bosan dengan genre yang itu-itu saja. Lalu
buku War and Peace memanggil semua buku. Mereka merangkul tangan masing-masing
seraya dingin pada malam itu berubah menjadi hangat.
Wah hebat y bukunya bisa ngomong
ReplyDeleteItu si gino beli buku kayak gitu dimana y?
kebayang sama buku yang masi di sampul plastik duduk merana di timbunan buku
ReplyDelete