zsnr95ICNj2jnPcreqY9KBInEVewSAnK0XjnluSi

[ilo] : Pelajaran untuk Dito



KAMAR KONTRAKAN ILO

Malam ini adalah malam yang sangat berat untuk Ilo. Tidak seperti malam Minggu biasanya, kini Ilo telah menyetel kemejanya sambil menghadap cermin dan Dito juga demikian, tapi untuk menyisir rambutnya. Ilo mulai merasakan malam yang tidak biasa itu ketika Dito datang dengan ajakan untuk keluar Malam Mingguan.

Sebelum Ilo memasang kancing bajunya, dia menutup jendela kamar yang dari tadi masih terbuka. Semua aktifitas yang dilakukan Ilo tampak terasa slowmotion. Ilo kini kembali menghadap cermin dan kembali menatap dirinya. Setelah sukses memasang tiga kancing pertama dengan waktu yang sangat lama, Ilo kembali berpikir.

“To, gue ngga yakin deh.” Kata Ilo dengan nada keraguan.

Dito menghentikan gerakan yang dari tadi dia lakukan: menyisir, lalu seperti biasa, Dito adalah tipe orang yang harus dituruti. Dia adalah orang yang kadang banyak maunya. Kadang juga, dengan senang hati memberi saran dan support walau ujung-ujungnya ngga ada yang beres.

Kancing pertama,

“Yakin, Lo. Yakin. Emang lo ngga bosan tiap malam Minggu cuman main game bola doang?” Kata Dito, masih dengan sisir ditangannya.

“Bo.. Bosan. Tapi kalau gue ingat-ingat setiap kita keluar malam Mingguan ada aja yang ngga beres.” gumam Ilo.

Dito menyimpan sisir,”Yaudah kalau bosan. Bdw, itu mungkin cuma seingatmu deh.” Kata Dito,”Tapi tenang, malam ini ngga akan ada lagi yang aneh-aneh.” Lanjutnya.

Ilo mengarahkan pandangannya ke Dito,”Entah apa cuma seingat gue, setiap mau keluar juga lo bilang gitu.”

Dito terdiam dengan jarak yang lumayan lama.

Kancing kedua,

“Yaudah deh, pas gue bilang gitu kita kan juga aman-aman aja.” Kata Dito, sambil menaruh sisir.

Ilo kembali mengarahkan pandangannya ke Dito,”Lo ngga ingat yah, To. Waktu lo bilang gitu juga, kita hampir mati disodomi sama banci. Itu juga gara-gara lo sembarang ngerayu.”

Dito terdiam untuk kali kedua.

“Parfum?” Dito mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Tuh, dibelakang tv.”

Dito mengambil dan menyemprotkan parfum itu dengan brutal, tidak terhitung, dan semua dibagian ketiak.

“Mau?” tanya Dito.

“Ngg..”

Belum sempat Ilo bicara, Dito sudah terlebih dulu menyemprotkan parfum itu secara brutal. Juga dibagian ketiak.

“Gini deh, yang udah ya udah. Pokoknya malam ini kita coba aja dulu,” kata Dito,”Emang lo mau sendiri terus?”

“Kan udah ada lo.” kata Ilo,

“Maksudnya pacar, Lo! Emang lo mau ciuman sama gue?”

Dito mencoba mencium Ilo.

“To, ngga gini. Ngga gini.” kata Ilo.

“Makanya. Pacar itu kalau ngga kita cari yah dia yang nyari kita. Mungkin mereka-mereka udah ngeliat kita, cuman ngga ada yang mau.” jelas Dito.

Sekarang, giliran Ilo yang terdiam.

Kancing ketiga,

“Yuk” kata Ilo.

Motor Dito melaju kencang. Ilo masih dengan perasaan setengah ragu. Bahasa kasarnya mungkin; dilema. Ilo sedang dilema antara mempertaruhkan statusnya dan musibah apa yang akan dia alami malam ini. Tidak berapa lama, motor Dito berhenti didepan sebuah café. Café yang berbentuk seperti sebuah ruko namun cukup asik untuk ditempati nongkrong. Tertera di papan nama: Café Blojom.

Setelah Dito selesai mengecek rambutnya, mereka akhirnya masuk. Dito masuk dengan tidak sabaran, Ilo masuk dengan perasaan was-was. Beberapa meja sudah ditempati. Ilo dan Dito memilih meja nomor 4. Ilo yang memilihnya.

MEJA 4

Setelah mereka duduk, mereka kemudian bisa dengan seksama melihat sekeliling mereka. Mayoritas, mereka sendiri-sendiri. Ada yang sama temannya, ada juga yang sama pacarnya, tidak lupa yang sendiri juga ada. Kegiatan mereka juga random dari meja ke meja. Ada yang asik bercerita sampai minumannya sudah habis, ada yang cuman gandeng-gandengan dengan obrolan via bisik-bisik, ada juga yang cuma ditemani hape, ada juga yang tanpa kegiatan.

Wanita bercelemek hitam datang menyodorkan menu dan berkata,”Silahkan mas.”

Tanpa melihat menu, Ilo yang dari tadi melihat sekitar, langsung berkata,”Air putih satu mba.”

Dito yang memegang menu, merasa bingung. Dito membuyarkan khayalan Ilo dengan satu pukulan,”Eh, liat meja orang-orang. Meskipun lo norak, jangan terlalu nampak.” Kata Dito.

Dito kembali melihat menu, dia berhenti sambil menelan ludah sejenak,”Air putih dingin dua, mba.”

Pelayan pergi dengan satu umpatan kata,”Bego!”

Setelah pelayan pergi dan tidak terlihat, Dito berbisik ke Ilo,”Menu-menunya mahal-mahal banget, Lo.”

“Makanya, gue pernah dibikin tekor sama cewek gebetan gue disini. Lo ngga ingat, waktu gue pinjam duit lu tujuh ratus ribu waktu itu?” kata Ilo.

Dito kembali mengarahkan pandangannya kemeja nomor 13. Dia melihat seorang cewek dengan dandanan yang kurang biasa. Cewek itu memakai celana jeans biru gelap dan jaket kulit ketat. Sepertinya memakai topi juga.

“Coba liat meja 13, Lo” kata Dito.

“Iya, kenapa?” tanya Ilo.

“Sendiri.. Dia sendiri.” kata Dito.

“Yaudah.” kata Dito.

Dito yang kegirangan langsung berubah ekspresi,”Samperin kek, jangan bencong.”

“Gue lagi ngga ada bahan.” kata Ilo.

“Oke, biar gue tunjukin caranya jadi laki-laki sejati.” kata Dito,”Tapi abis gue gantian.”

MEJA 13

Dito bergegas ke meja nomor 13. Dia mulai melancarkan aksinya. Terlihat dari tadi, perempuan yang duduk di meja nomor 13 itu seperti menunggu-nunggu seseorang.

“Hai.” sapa Dito.

“Mas, jangan disitu. Kalau mau, duduk aja.” kata perempuan meja 13.

Dito duduk, lalu menyodorkan tangannya,”Dito. D – I – T – O” ejanya.

“Mas kira saya anak TK.” kata perempuan itu sinis.

Dengan tangan masih berharap, Dito berkata,”Siapa tahu salah nyebut, Mba.”

“Saya udah tahu nama kamu, itu udah cukup. Anggap aja udah kenalan.” kata perempuan itu.

Dito berhenti menyodorkan tangannya, dan bertanya,”Nunggu siapa yah Mba?”

Perempuan itu tidak menjawab, hanya menatap sinis ke Dito, lalu kembali gelisah. Ilo melihat keadaan Dito dan perempuan itu. Yang Ilo lihat adalah kenyataan, jika perempuan yang mau diajak kenalan Dito itu cuek.

“Oh, teman yah?” tanya Dito, mencoba mencairkan suasana.

Perempuan itu kembali mengarahkan tatapan tajam ke Dito.

“Oh, pasti bukan yah.” Kata Dito,”Pacar?”

“BUKAN!” teriak perempuan itu.

Semua mata tertuju di meja nomor 13. Ilo yang mendengar perempuan itu kaget, dengan minuman yang mau ia minum, akhirnya tertumpah di celana dan bajunya. Ilo kaget, apalagi Dito. Perempuan itu melihat sekitarnya, lalu berkata pelan,”Eh bisa diam ngga sih. Oke gue jawab, gue lagi nunggu barang. Barang pesanan gue.”

Dito masih terdiam kaku setelah mendengar gertakan perempuan itu. Perempuan itu menyodorkan minumannya ke Dito.

“Ini, minum dulu.” kata perempuan itu.

Dito meminum, lalu berkata,”Terima kasih ya.”

“Aku boleh nanya lagi ngga?” kata Dito, sambil menutup telinga.

“Satu pertanyaan.” kata perempuan itu.

“Kamu lagi nunggu barang apa? Kok gelisah banget?” kata Dito.

“Pistol sama pelurunya. Itu barang pesanan gue. Orang yang ngantar belum datang-datang. Gue gelisah karena pistol itu limited edition, bisa nembus kepala orang sekaligus tujuh, bahkan lebih.” jelasnya.

Dito menelan ludah,”Kayaknya aku mau ke temanku dulu deh.”

“Oke, aku kasih satu kali coba deh. Anggap aja permintaan maaf.” kata perempuan itu.

“Oh, ngga usah. Aku cuma bisa main selang-selangan air.” kata Dito sambil berlalu dari meja 13 itu.

MEJA 4

“Gimana, To?” tanya Ilo.

“Lupain. Perempuan itu gila kayaknya.” Kata Dito.

Dito duduk dan mencari-cari target berikutnya, setelah matanya berhenti disatu meja, Dito berkata,”Sekarang giliran lo. Itu cewek meja nomor 18.” Kata Dito.

“Ngga usah. Kamu aja deh.” Kata Dito.

“Jangan bencong.” kata Dito,”Lo cuma tinggal ngajak kenalan. Kalau dia jutek duluan, tinggalin. Kalau tertarik, lo ajak bicara lalu minta nomornya.” jelas Dito.

Dito menarik tangan Ilo hingga berdiri, lalu mendorongnya sampai dia berjalan. Ilo sudah dipertengahan, dia kembali menengok ke Dito. Ilo berjalan ragu ke meja nomor 18 itu, lalu dia berkata,”Permisi Mba, Toiletnya dimana yah?”

“Oh, itu mas. Kanan untuk cowok, kiri untuk cewek.” kata perempuan meja 18.

“Ma.. Makasih mba.” Kata Ilo.

“Dasar bencong!” kata Dito.

Di toilet, Ilo mencuci mukanya. Berharap rasa geroginya hilang. Dia lalu mencoba melafalkan kalimat pembuka yang telah diajarkan Dito,”Permisi, Mba. Boleh kenalan?”

“Kok jadi kayak tukang jualan parfum?” umpatnya.

“Permisi, boleh kenalan?” ulang Ilo.

“Boleh.” kata laki-laki berotot yang baru saja masuk.

“Bu.. Bukan Mas. Aku cuma latihan.” Jelas Ilo.

Terjadi jeda yang sangat panjang, lalu laki-laki berotot itu mencoba menjelaskan,”Hmm. Pasti mau kenalan sama cewek?”

“Iya mas.” Kata Ilo.

“Kalau mau dapat simpati dari cewek itu kuncinya cuma satu: jujur. Kalau udah jadian, jangan sekali-sekali biarkan cewekmu diganggu orang. Kalau perlu beri pelajaran.” kata laki-laki berotot itu.

Ilo mengangguk, lalu berkata,”Makasih Mas. Saya duluan.”

Ilo keluar dari toilet sambil memikirkan, pelajaran seperti apa yang laki-laki brotot itu maksud. Lalu dia bermasa bodoh dengan itu, Ilo kembali menghafalkan kalimatnya. Dia mencoba melewati meja nomor 18 itu, dan perempuan itu berkata,”Udah ketemu toiletnya?”

“U.. Udah.” Kata Ilo.

“Eh, kata temannya, kamu katanya mau kenalan?” kata perempuan itu.

“Hah? Teman?” kata Ilo, keheranan.

Ilo lalu melihat ke meja nomor 4. Meja mereka. Dito memberikan jempol kepada Ilo.

“Hehehe,” Ilo merasa malu.

“Duduk.” kata perempuan itu.

Ilo melihat perempuan itu, lalu dengan gemetar dia menyodorkan tangannya,”Ilo”

Perempuan itu meraih tangan Ilo,”Iin. Eh, kok nama kita samaan yah. Tiga-tiga huruf gitu.”

“Hahaha, iya yah.”

Suasana jadi semakin cair. Ilo mengingat perkataan Dito untuk jangan lupa meminta nomor. Karena sudah tidak tau apa yang akan dibicarakan, Ilo mau mengarahkan pembicaraan.

“Eh, aku mau ke temanku. Kayaknya dia udah gelisah.” kata Ilo.

“Ohiya, gapapa.” Kata Iin.

“Siapa tahu, kamu mau ketemu aku lagi, atau aku mau ketemu kamu lagi.” kata Ilo.

Iin melihat Ilo dengan ekspresi heran.

“Maksudnya, aku boleh ngga minta nomor kamu?” kata Ilo.

“Oh, kamu ribet yah. Sini hape kamu. Biar aku catet.” kata Iin.

Ilo memberikan hapenya. Sementara Iin menulis nomornya, Ilo mengacungkan jempol ke Dito.

“Nih.” kata Iin sambil menyodorkan hape.

“Makasih yah, aku kesana dulu.” kata Ilo.

Ilo berlalu meninggal Iin yang sedang menyeruput Strowberry susu-nya.

Meja 4

“Berhasil, To.” kata Ilo kegirangan sambil menunjukkan layar hapenya, padahal mati.

Dito cuma mengangguk-angguk. Ada perasaan senang karena melihat temannya berhasil, ada perasaan iri karena dia belum mendapatkan perempuan untuk dia dekati. Dito sedang memantapkan nyalinya. Ilo masih kegirangan sambil mencium-cium layar handphone-nya sambil berkata,”Tangan kamu harum yah, In.”

Dito menarik satu napas panjang lalu berdiri. Dito bilang ke Ilo, kalau Ilo harus nunggu, karena sekarang adalah gilirannya. Ilo tidak menjawab, menoleh sedikitpun tidak. Dito yang kesal, langsung melangkah. Melangkah mendekat ke meja nomor 16. Di meja nomor 16 ada seorang cewek berpakaian glamour dan rambut terurai panjang serta tubuh yang ideal. Selagi Ilo berbicara bersama Iin, Dito memang sudah mencari-cari, dan pilihannya jatuh ke perempuan meja 16 ini.

Dito mengubah taktik. Dia memulai semuanya dengan senggolan meja, yang dia pelajari dari sinetron-sinetron yang sering dia nonton. Dia sudah mengukur kecepatan berjalannya, juga posisi antara pertemuan pinggangnya dan meja. Dia menabrak meja 16 itu. Aaaaa, suara perempuan meja 16 itu. Dito menabrak dengan lumayan kencang. Tidak terlalu kencang, tapi minuman yang ada didekat perempuan itu jatuh dan menumpahi hampir setengah badan. Semua mata tertuju ke meja 16. Dito mulai panik, dia kaku. Ilo yang juga kaget mendengar teriakan perempuan itu, langsung menutup-nutup muka dengan handphone-nya. Hampir beberapa saat, setelah kejadian itu, datang sosok besar dari arah bagian belakang perempuan itu. Dia mungkin tidak mendengar, tapi saat sampai di meja 16, dia bertanya,”Kenapa sayang?”

Ilo mengenal sosok laki-laki besar itu. Itu kan yang di toilet, gumamnya. Ilo keluar dengan sangat hati-hati menuju ke tempat parkir. Sementara perempuan yang sedang ditanya itu hanya melihat kearah Dito. Masih sama di posisi awal, Dito tidak bisa bergerak, dia kaku. Ilo yang sudah berada diluar hanya bisa menunggu Dito keluar. Sejenak disaat Ilo mau kembali mencium handphone-nya lagi, terdengar suara teriakan. Aaaaaaaa!. Dito!, kata Ilo, tapi dia masih di posisinya, tidak berani untuk masuk kedalam.

Ilo hampir saja berpikir untuk masuk, karena merasa kasihan kepada Dito. Tapi, Dito akhirnya keluar dengan wajah yang tidak bisa dideksripsikan. Mungkin hanya tiga kata yang mewakili keadaan wajah Ilo saat itu: Merah, Memar, dan Benjol. Ilo sejenak berpikir,”Oh, pelajarannya kayak gitu yah.”

Sedikit update! Jadi, series cerpen [ilo] ini mau saya buatkan versi ebook di setiap potongan ceritanya. Saya mau mencantumkan beberapa pendapat formal di cover ebook-nya nanti. Jadi, bagi kalian yang namanya ingin dicantumkan bersama pendapatnya bisa kirim pendapat kalian lewat rahulsyarif@gmail.com dengan subjek (PENDAPAT EBOOK ILO). Ditunggu!

Related Posts

20 comments

  1. Asik deh, sekalinya post langsung cerita panjang gini. Akhirnya suudzon gue salah yang bilang, "Ah, Rahul gak pernah update blog. Paling blognya dijual."

    Ceritanya asyik dah. Dijadiin pdf terus bisa diunduh bagus juga, Hul. Siapa tau mau baca berulang-ulang, biar ga ribet.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, ngga sampai dijual juga sih.

      Bdw, aku udah mikirin. Tapi, sebelumnya aku mau minta pendapat formal dari kalian. Biar aku bisa taroh beberapa dicover. Untuk pendapat formalnya bisa langsung ke email; rahulsyarif@gmail.com

      Delete
  2. Ahahaha gue pikir tu ceritanya tentang apa, yang lucu tuh bagian dia bilang hampir disodomi bandi. wkwk, jadi itu pelajarannya?

    eh iya, kayaknya ada yg typo deh, di bagian ini:

    Dito duduk dan mencari-cari target berikutnya, setelah matanya berhenti disatu meja, Dito berkata,”Sekarang giliran lo. Itu cewek meja nomor 18.” Kata Dito.

    >>>> “Ngga usah. Kamu aja deh.” Kata Dito. <<<<

    “Jangan bencong.” kata Dito,”Lo cuma tinggal ngajak kenalan. Kalau dia jutek duluan, tinggalin. Kalau tertarik, lo ajak bicara lalu minta nomornya.” jelas Dito.

    ReplyDelete
  3. Keren banget ah cerpennya. Gue dapat pelajaran juga dari cerpen ini, yakni

    Kalau mau dapat simpati dari cewek itu kuncinya cuma satu: jujur. Kalau udah jadian, jangan sekali-sekali biarkan cewekmu diganggu orang. Kalau perlu beri pelajaran.

    Setiap kalimatnya ada kaitannya dengan cerpen ini. Dan si cowok itu juga membuktikan ucapannya dengan menghajar Dito karena mengganggu ceweknya. Itu artinya dia pria sejati deh.

    Tapi gue agak bingung kali ya, karena namanya agak miripan gitu. Jadi sering mikir-mikir sendiri, mana Dito mana Illo. Tapi maklum, karena baru pertama kali baca.

    Buat aja deh versi E-booknya, pasti keceh badai lah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, selamat menikmati.

      Waktu menciptakan kedua karakter ini gue juga sempat bingung. Yang penting, ngga menganggu cerita~

      Delete
  4. Ceritanya asik banget nih bro, khas cerita percintaan remaja jaman sekarang yang cari kenalan di malam minggu hehe.

    Mungkin itu pelajaran yang pantas ya bagi Dito, biar dia kapok. Habis dia ngotot banget pengen kenalan sama cewek tapi pake cara yang salah. Beruntung banget si Ilo yang udah dapat nomornya Iin.

    Wah, mau dibikin ebook? Keren banget nih! Lanjutkan!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cukup jujur dan apa adanya.

      Eh iya nih, aku mau buat ebook-nya juga. Kirim pendapat formalnya dong.

      Delete
  5. ecie , cerita kaayak yg ada di FTV ya bro ? tiba tiba ketemu cewe di sebuah rumah makan yg elit gitu wkkwkwkwkwk

    lagi pula ke tempat begituan hanya pesan air putih, dasar bego :v /

    ebooknya kira kira mau dishare ke grup enggak ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan disamain. Aku buat ini gara2 eneg sama sinetron.

      Begonya ke siapa nih?

      diliat nanti~

      Delete
  6. Haha.. awalnya kupikir nih keputusan akhir bakal pacaran mereka berdua. Haha.... aku nikmatin banget cerpennya. Bagus. Cuma kok agak aneh sih, ceweknya mau-mau aja diajak kenalaaaannn... jual mahal dulu keeekk >.< Pake segala nyuruh duduk. Ah kalau aku sih bakal cuekiiinn... Cuma itu sih nggak logisnya...
    tapi gaya kamu enak kok. Nggak bikin mikir. Lanjutkan.. :D

    Ohya, untuk ukuran cerpen yang dipublish di media sosial (bukan cetak) Ya panjang segini udah oke. Jangan terlalu panjang ya.. Pendek sih lebih baik kaya Flash Fiction gitu. Tapi sepanjang ini udah cukup. Nggak bikin bosen. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, so, selamat menikmati.

      Ada karakter yg memang aku buat ngga menjaga Imej gitu.

      Simpel aja, aku juga balas mikir.

      Tergantung kebutuhan cerita juga sih. Tapi, makasih atas sarannya~

      Delete
  7. kalo boleh kasih sedikit kasi notice nih. Kalo menurut gue, lebih baik materinya ditambahin, biar seimbang antara percakapan & materi. Btw, bagus kok, gue suka yang bagian yang lagi cuci muka, tiba2 ada pria ber-otot. :D

    ReplyDelete
  8. hggg... ini cerpen atau cerbung? soalnya gantung aja gitu karakter2nya. jadi karakter si Lin cuma jadi objek kenalan aja? ._.

    dan kayaknya gila aja, kenalan with strangers secara langsung. Kecuali tamvan maksimal sih ada aja kemungkinan berani begitu hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi dua2nya. Karakternya Lin itu sebenarnya Iin. Sengaja dibuat seperti itu.

      Hahaha, demi menghilangkan status jomblo, apapun dilakukan. Jangan salah~

      Delete
  9. Kayaknya yang karakter linnya kok kesannya jadi gampangan gitu, seumur aku nggk pernah kenalan sama cewek dengan cara segampang itu hehehe...
    ini nanti ceritannya mereka setiap malam minggunya apa gmna ? kalo ala-ala malam minggu miko gitu kayaknya seru juga tuh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada sisi yang kalian tidak diketahui dari karakter yang memang sengaja disemunyiin dulu, cuy~

      Delete
  10. Agak kesel saya baca yang si pelayannya ngomong bego wkwkw. Jujur itu gak sopan banget untuk ukuran pelayang restoran mahal wkwk.

    mungkin untuk beberapa karakter pembawaanya belum cukup kuat, ada respon-respon percakapan yang kurang ngeuh kalau menurut saya hehe. Mungkin bisa ditambah dengan beberapa kosa kata yang keren atau pendeskripsian karakter yang lebih imajinatif.

    huhu maaf kalau kesannya menggurui gak ada maksud kok, saya juga masih belajar :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekali lagi, ada sisi humanis yang tidak kalian ketahui dan sengaja tidak diberitahukan.

      Ngga apa2, kita sama2 belajar, saling memberikan saran dan dukungan~

      Delete
Terimakasih sudah membaca. Sila berkomentar terkait tulisan ini.